AS Hingga Eropa di Jurang Inflasi, Indonesia di Lampu Kuning?

Annisa Aflaha, CNBC Indonesia
Kamis, 26/05/2022 09:30 WIB
Foto: Seorang pembeli melihat rak kosong di lorong daging di supermarket Co-Op, Harpenden, Inggris, 22 September 2021. (REUTERS/Peter Cziborra)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia tengah dilanda 'tsunami' inflasi. Ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi Covid-19 harus dihadapkan dengan perang Rusia-Ukraina, serta lockdown di China membuat harga barang dan jasa melonjak hingga inflasi menyentuh "langit" hampir di setiap negara.

Lantas, separah apa inflasi di Indonesia dibandingkan dengan inflasi di negara-negara utama dunia?

Indeks Harga Pangan secara bulanan yang dilaporkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), melonjak 12,6% pada Maret dan mencapai level tertinggi sejak 1990. Selain itu, secara tahunan, harga minyak dunia telah melonjak 67,27%, harga gas alam melesat 198,05%, harga batu bara naik 279,15%.


'Tsunami' inflasi pun menyapu berbagai negara di Amerika Serikat, Eropa, dan negara-negara lainnya. Bank for International Settlements memperkirakan setidaknya 60% negara memiliki tingkat inflasi tahunan di atas 5%. Sementara di negara berkembang, lebih dari setengahnya memiliki tingkat inflasi di atas 7%.

AS misalnya, mencatatkan inflasi 8,3% secara tahunan di bulan April, meskipun level tersebut masih lebih rendah ketimbang Maret lalu yakni 8,5% tapi masih dalam level tertinggi selama 40 tahun terakhir.

Penyumbangnya adalah harga makanan, tempat tinggal, tiket pesawat, dan harga kendaraan. Harga makanan naik 0,9%, biaya tempat tinggal naik 0,5% dan biaya hunian naik 5,1% secara tahunan. Sedangkan, harga tiket pesawat melonjak 33,3%.

Tidak jauh berbeda, negara-negara di Eropa juga mengalami lonjakan inflasi. Contohnya, Jerman menyentuh rekor inflasi tertinggi sejak 41 tahun di bulan April dan berada di level 7,4%. Angka inflasi tersebut telah naik secara dua bulan beruntun dipicu oleh kenaikan harga barang yang meningkat 12,2% dan harga energi yang melonjak 35,3% secara tahunan.

Inggris juga mengalami hal serupa, di mana inflasi di April melonjak 9% dan menjadi rekor tertinggi sejak 40 tahun. Negeri Ratu Elizabeth tersebut kini terancam mengalami resesi karena bank sentral Inggris (Bank of England/BOE) sudah menaikkan suku bunga sebanyak 4 kali di tahun ini, termasuk di awal bulan ini menjadi 1%.

Pengetatan kebijakan tersebut masih dinilai belum berhasil menjinakkan inflasi. Menaikkan suku bunga memang menjadi instrumen pamungkas bank sentral untuk meredam inflasi, tapi semakin tinggi suku bunga, maka pertumbuhan ekonomi pun akan jadi korban.

Kenaikan suku bunga acuan akan mengerek suku bunga kredit, hal ini akan membuat perlambatan pada ekspansi dunia usaha hingga konsumsi masyarakat. Alhasil, pertumbuhan ekonomi akan terpukul, apalagi, jika suku bunga tinggi tetapi inflasi tak kunjung melandai, maka ancaman resesi semakin nyata.

Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Simak di halaman berikutnya!


(aaf/aaf)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Efek Tarif Trump Belum Terasa, IHK AS Capai 0,1% (mtm)

Pages