REVIEW KEBIJAKAN

Pajak Karbon: Inkonsistensi antara Filosofi dan Implementasi

Feri Sandria, CNBC Indonesia
Selasa, 24/05/2022 15:55 WIB
Foto: Infografis/ Perjalanan PLN Pensiunkan PLTU Batu Bara/Edward Ricardo

Jakarta. CNBC Indonesia - Pajak karbon yang semula akan diterapkan pada 1 April lalu pada akhirnya diundur menjadi 1 Juli 2022. Positifnya filosofi kebijakan tersebut sayangnya tidak berjalan konsisten dalam tataran praktiknya.

Kementerian Keuangan tengah menyusun berbagai aturan teknis pelaksanaan pajak karbon. Pemerintah akan menerapkan pajak karbon saat regulasi dan kesiapan sektor ketenagalistrikan sebagai sektor pertama yang akan dikenakan pajak karbon lebih siap di Indonesia.

"Kesiapan ini penting agar tujuan inti dari penerapan pajak karbon memberikan dampak yang optimal sehingga pemerintah memutuskan penerapan pajak karbon pada 1 Juli 2022," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam rilis Jumat (1/4/2022).


Mengacu pada IBFD International Tax Glossary tahun 2015, pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada bahan bakar fosil. Sederhananya, pajak karbon dikenakan atas penggunaan bahan bakar berbasis fosil guna menekan emisi karbondioksida dan gas rumah kaca lain.

Sementara itu merujuk pada Tax Foundation (2019), pajak karbon juga dianggap sebagai pigouvian tax. Pigouvian tax sendiri memiliki pengertian pajak atas kegiatan ekonomi yang menciptakan eksternalitas negatif.

Eksternalitas negatif adalah aktivitas ekonomi yang memicu dampak negatif pada pihak ketiga baik saat produksi, distribusi, dan konsumsi dari suatu produk. Akibatnya, individu yang membeli barang yang dibuat melalui proses produksi padat karbon menanggung biaya tambahan karena memicu ongkos perbaikan atas efek kerusakan lingkungan yang timbul.

Di antara negara-negara di seluruh dunia, Finlandia menjadi pionir yang menerapkan pajak karbon, tepatnya pada 1990. Pungutan pajak karbon di Finlandia saat ini mencapai US$ 24,39 per ton karbon. Negara Skandinavia lainnya seperti Swedia dan Norwegia mengikuti pada 1991.

Negara-negara lainnya ikut menerapkan kebijakan pajak karbon seperti Jepang dan Australia pada 2012, Inggris pada 2013, dan Cina pada 2017. Di Asia Tenggara, baru Singapura yang memberlakukan kebijakan pajak karbon pada 2019.

Di Indonesia sendiri, menurut Undang-Undang (UU) No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Tarifnya ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon dengan tarif paling rendah sebesar Rp 30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).


(ags/ags)
Saksikan video di bawah ini:

Bantu UMKM & Desa, Ini Cara Pengusaha Majukan Koperasi Merah Putih

Pages