
Waspada! Jika Gak Berubah, Industri RI Terancam Aturan Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia rupanya perlu mempercepat transformasi sistem energi dari penggunaan energi fosil ke Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Pasalnya, penerapan pajak karbon global berpotensi menjadi ancaman bagi industri yang masih mengandalkan bahan bakar fosil.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menilai penerapan pajak karbon global bisa saja berdampak pada penurunan nilai ekspor produk suatu negara. Terutama apabila industri di dalam negara tersebut masih tetap menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara dalam setiap produksinya.
"Kami menganggap ancaman paling besar adalah justru jika diterapkan praktik carbon mechanism global, akan ada pajak karbon yang disepakati di seluruh negara-negara," kata Arifin dalam acara peluncuran buku Arcandra Tahar Public Interest in Energy Sector, Rabu malam (5/7/2023).
Ia lantas mencontohkan negara-negara Skandinavia yang saat ini telah menerapkan mekanisme pajak karbon. Hal tersebut tentunya akan berdampak kepada negara yang belum memitigasi risiko terkait dengan penurunan emisi karbon.
"Apa jadinya negara-negara kalau ketinggalan dalam mengurangi emisinya? Akibatnya industri yang menggunakan energi fosil akan terkena pajak. Itu akan menyebabkan tidak kompetitifnya produk kita di pasar internasional," ujar Arifin.
Oleh sebab itu, untuk merespon tuntutan global saat ini maka Indonesia perlu memanfaatkan sumber daya alam yang ada guna mengurangi emisi karbon. Apalagi Indonesia mempunyai potensi tempat penyimpanan karbon hingga 400 giga ton co2.
"Potensi untuk menyimpan karbon karena ada teknologi CCUS kita ada reservoir yang sudah kosong ada lagi reservoir lain, jadi dari studi Rystad Energy kita bisa dibilang 400 giga ton co2," ujarnya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cak Imin Sebut Target EBT Jangan Diturunkan, Timses Pernah Bilang Gini