
Bos Inalum ke Luar Negeri, Rapat di DPR Soal Smelter Batal

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII bersama dengan Direktur Utama PT. Inalum (Persero), Direktur Utama PT. Antam Tbk, Direktur Utama PT. PP (Persero) Tbk, Direktur Utama PT Vale Tbk dan Direktur Utama PT Borneo Alumina Indonesia (BAI), batal digelar pada hari ini. Hal tersebut terjadi lantaran Direktur Utama PT Inalum dan Direktur Utama PT Vale berhalangan hadir.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno. Adapun RDP pada hari ini yang rencananya digelar pada pukul 13.00 WIB itu mengagendakan terkait tindak lanjut progres penyelesaian pembangunan Smelter PT. BAI.
"Dirut Inalum dan Vale berhalangan karena di luar negeri," kata Eddy kepada CNBC Indonesia, Kamis (19/5/2022).
Seperti diketahui, Holding BUMN Pertambangan, MIND ID sebelumnya membeberkan pihaknya masih memiliki ketergantungan kepada Australia dan India atas impor alumina. Tercatat, sampai pada saat ini impor alumina dari Australia dan India mencapai 500 ribu ton per tahun.
Direktur Hubungan Kelembagaan MIND ID Dany Amrul Ichdan mengungkapkan kebutuhan alumina perusahaan sebesar 500 ribu ton per tahun hingga kini masih berasal dari negara India dan Australia.
"Inalum saat ini ada ketergantungan impor alumina, impor satu tahun 500 ribu ton alumina per tahun," kata dia dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII, Senin (21/3).
Untuk menghindari ketergantungan itu, saat ini Inalum dan Antam melalui anak usahanya, BAI, sedang membangun smelter Grade Alumina Refenery (SGAR). Megaproyek itu direncanakan memiliki kapasitas 1 juta ton alumina.
"Kapasitasnya 1 juta ton berarti 500 ribu akan cukup memenuhi kebutuhan inalum dan 500 ribunya kita bisa ekspor jadi kebutuhan smelter bisa dijalankan termasuk off taker dari bauksit," terang Danny dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Senin (21/3/2022).
Asal tahu saja, rencananya, megaproyek smelter grade alumina refinery ini rencananya akan tuntas pada Juli 2023.
Direktur Utama BAI Dante Sinaga mengaku terus berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan proyek itu. Namun dalam perjalanannya, terdapat kendala utama yang membuat pelaksanaan proyek baru mencapai 13,78% dari target 71,73%.
Menurut dia, tidak tercapainya target pelaksanaan proyek disebabkan oleh terjadinya keterlambatan proses pengadaan. Sehingga hal tersebut berpengaruh signifikan bagi berjalannya pembangunan proyek.
"Procurement terlambatnya 47,75% memang ini terkait satu sama lain. Karena engineering membutuhkan data procurement, karena kalau procurement tidak ada maka data-data barang yang akan dibeli tidak bisa disuplai jadi engineering jadi terkendala juga," terang Dante.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 'Utang Pemerintah Diawasi Ketat'