Ramalan Bank Dunia Soal Komoditas Bikin Ngeri! RI Harus Apa?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
19 May 2022 15:15
Bank Dunia
Foto: Reuters

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Dunia (World Bank) menyebut pasar komoditas global akan mengalami gejolak yang lebih lama, akibat pandemi Covid-19, geopolitik Rusia dan Ukraina, dan perubahan iklim.

Gejolak pasar komoditas global, diperkirakan akan memberikan dampak mendalam terhadap ekonomi di seluruh negara di dunia.

Ini terungkap dalam studi terbaru Bank Dunia bertajuk 'Commodity Markets: Evolution, Challenges, and Policies' atau Pasar Komoditas: Evolusi, Tantangan, dan Kebijakan.

Bank Dunia melaporkan, pertumbuhan permintaan komoditas global secara keseluruhan diperkirakan akan melambat. Selain itu, transisi ke energi yang lebih bersih, juga akan menjadi tantangan.

Permintaan logam yang dibutuhkan dalam membangun infrastruktur energi terbarukan dan untuk memproduksi kendaraan listrik, kemungkinan akan melonjak dalam beberapa dekade mendatang.

"Menaikkan harga logam dan memberikan keuntungan tak terduga bagi negara-negara yang mengekspornya," tulis laporan Bank Dunia, dikutip Kamis (19/5/2022).

Meskipun energi terbarukan dengan cepat menjadi sumber energi dengan biaya terendah di banyak negara, bahan bakar fosil diperkirakan akan tetap menjadi incaran banyak dunia, terutama di negara-negara dengan cadangan domestik yang cukup.

Dalam jangka pendek, dengan investasi yang tidak memadai untuk mendukung teknologi rendah karbon, permintaan energi dapat terus melampaui pasokan, menjaga harga tetap tinggi.

Di sisi lain, studi Bank Dunia juga menyoroti penyebab dan konsekuensi volatilitas di pasar komoditas, yang juga akan mengganggu para eksportir komoditas.

Terungkap, kenaikan harga tidak secara material mendorong pertumbuhan ekonomi untuk waktu yang lama di negara berkembang.

Sementara itu, penurunan harga cenderung mengurangi pertumbuhan secara signifikan dan akan terjadi selama beberapa tahun.

Presiden Grup Bank Dunia David Malpass mengungkapkan, di tengah krisis yang tumpang tindih selama dua tahun terakhir, dan transisi yang sedang berlangsung untuk menurunkan intensitas karbon, komoditas memulai pola baru.

"Perubahan ini akan memiliki implikasi besar bagi pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan di negara berkembang, dua pertiganya adalah eksportir komoditas," kata Malpass.

Sementara itu, Direktur Pelaksana Kebijakan dan Kemitraan Pembangunan Bank Dunia Mari Pangestu juga menambahkan, siklus commodity boom di pasar komoditas akan mengganggu kemajuan di negara berkembang, terutama di negara-negara termiskin.

Pasalnya, kata Mari, masih terlalu banyak negara yang mempertahankan ketergantungan yang berlebihan pada ekspor beberapa jenis komoditas saja.

"Krisis yang sedang berlangsung merupakan peringatan bagi pemerintah untuk memperbarui upaya mereka untuk menilai modal alam mereka secara berkelanjutan, mendiversifikasi ekonomi mereka, dan mengurangi kerentanan mereka terhadap guncangan komoditas," jelas Mari.

Analisis menunjukkan bahwa guncangan harga komoditas mempengaruhi eksportir komoditas yang berbeda dengan cara yang berbeda, menunjukkan mengapa solusi kebijakan perlu disesuaikan untuk mencerminkan keadaan spesifik masing-masing negara.

Bank Dunia mengungkapkan, pembuat kebijakan dapat mengelola guncangan pasar komoditas setidaknya dalam tiga cara:

1. Kerangka fiskal, moneter, dan peraturan

Pemerintah harus menerapkan kerangka fiskal yang menggunakan periode harga tinggi untuk membangun dana hari hujan yang dapat digunakan dengan cepat dalam keadaan darurat.

Rezim nilai tukar harus gesit untuk bekerja secara efektif dalam kombinasi dengan kerangka kebijakan moneter yang terdefinisi dengan baik.

Regulator harus mengambil langkah-langkah untuk mencegah akumulasi risiko sektor keuangan yang berlebihan-terutama yang berkaitan dengan arus masuk modal dan utang mata uang asing.

2. Langkah untuk memoderasi siklus commodity boom

Pemerintah cenderung menggunakan subsidi atau proteksi perdagangan untuk mengurangi dampak pergerakan harga komoditas pada konsumen.

Negara-negara pengekspor komoditas sering mencoba untuk mengurangi gejolak pasar dengan mencapai kesepakatan untuk mengatur pasokan.

Sejarah menunjukkan bahwa upaya semacam itu biasanya mahal dan kontraproduktif. Pendekatan yang lebih baik adalah dengan mengadopsi mekanisme risiko berbasis pasar untuk membatasi eksposur terhadap pergerakan harga.

3. Diversifikasi ekonomi

Menghadapi penurunan jangka panjang dalam permintaan bahan bakar fosil, negara-negara yang mengekspor bahan bakar tersebut harus terus mendiversifikasi ekonomi mereka.

Negara-negara berpenghasilan rendah yang sangat bergantung pada ekspor pertanian juga akan mendapat manfaat dari reformasi yang membantu memperluas sektor-sektor lain dari ekonomi mereka.

Upaya tersebut dapat dibantu dengan membangun sumber daya manusia, mendorong persaingan, memperkuat institusi, dan mengurangi subsidi yang mendistorsi.


(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia, Ukraina, Indonesia, dan Penyakit Belanda...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular