Setelah Rekor, Awas Neraca Dagang Bakal Ciut!

Maesaroh, CNBC Indonesia
17 May 2022 15:49
Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa, (17/5/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Selasa, (17/5/2022). (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Selain larangan ekspor, ekspor Indonesia diperkirakan akan melambat karena lockdown di China. Negeri Tirai Bambu merupakan mitra terbesar dagang Indonesia.

Beijing sudah menerapkan kebijakan lockdown di 45 kota  sejak akhir Maret 2022 yang berdampak kepada aktivitas perekonomian mereka. Pada April 2022, ekspor ke China tercatat US$ 5,5 miliar naik tipis 0,21% dibandingkan Maret. Pada Januari-April 2022, ekspor ke China menembus US$ 18,21 miliar naik 33,4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

"Kemungkinan akan ada penurunan permintaan ekspor dari China karena lockdown," tutur David, kepada CNBC Indonesia.


Surplus neraca perdagangan Indonesia juga diperkirakan mengecil karena impor akan meningkat sejalan dengan pemulihan ekonomi dan aktivitas investasi di Indonesia. Faisal mengingatkan impor barang modal dan bahan baku/perantara berkontribusi terhadap 90% total impor.

"Impor kedua barang tersebut akan melonjak jika pemulihan ekonomi membaik dan investasi meningkat," tutur Faisal.

Ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana juga memperkirakan impor akan meningkat tajam di tengah pelonggaran mobilitas sehingga surplus akan menciut.

Sejumlah ekonom juga mengatakan lonjakan surplus di bulan April diyakini bakal berdampak positif terhadap pergerakan rupiah dan performa transaksi berjalan. Kondisi positif tersebut diharapkan bisa memberi ruang lebih bagi Bank Indonesia (BI) dalam kebijakan moneter.

Bank Mandiri memperkirakan transaksi berjalan akan mencatatkan surplus 0,03% dari PDB pada tahun ini. Tahun lalu, transaksi berjalan tercatat defisit 0,28% dari PDB.

Sementara itu, ekonom Bank Danamon Wisnu Wardana memperkirakan transaksi berjalan akan tetap mencatatkan defisit pada tahun ini yakni 0,5% terhadap PDB.
Defisit yang rendah tersebut akan membuat keseimbangan eksternal Indonesia terjaga di tengah ketidakpastian perekonomian global.

"Surplus dan capital inflow akan membantu pergerakan rupiah, rupiah diperkirakan akan berada di kisaran Rp 14.650-14.750/US$ pada tahun ini," tutur Wisnu, kepada CNBC Indonesia.

Keseimbangan eksternal juga akan membantu Bank Indonesia dalam meredam kebijakan The Fed yang agresif. "ini akan memberikan ruang bagi BI dalam penyesuaian suku bunga. Kami memperkirakan BI baru akan menaikkan suku bunga pada kuartal tiga tahun ini," ujar Wisnu.


TIM RISET CNBC INDONESIA

(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular