
Lagi, Raksasa Properti China Gagal Bayar Kupon Obligasi

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang gagal bayar di sektor properti China semakin bertambah. Kini giliran Sunac China yang melewatkan pembayaran kupon pada obligasi luar negeri senilai US$742 juta (Rp 10,8 triliun).
Perusahaan juga menyatakan tidak mengharapkan pembayaran jatuh tempo pada obligasi lain, seperti dikutip dari Reuters, Kamis (12/5/2022).
Reuters mengutip sumber yang mengetahui hal ini menuliskan Sunac sedang mempertimbangkan melakukan restrukturisasi utang luar negeri dalam rangka memperpanjang pembayaran. Selain itu juga dalam pembicaraan dengan entitas milik negara mengenai investasi strategis di perusahaan.
Namun Reuters melaporkan Sunac menolak mengomentari masalah tersebut.
Dalam pengajuan ke bursa saham Hong Kong, perusahaan juga menyebut telah mempekerjakan Houlihan Lokey sebagai penasihat keuangan. Sidley Austin ditunjuk sebagai penasihat hukum dalam rangka mencari solusi meringankan masalah likuiditas saat ini.
Sunac dalam pernyataan terpisah, mengatakan penjualan agregat bulan Maret dan April anjlok 65% dari tahun lalu. Ini terjadi akibat pandemi Covid-19 di berbagai kota negara tersebut dan juga rencana pembiayaan kembali serta pelepasan aset yang tidak terwujud.
Perusahaan mengonfirmasi telah melewatkan tenggat waktu hari Rabu untuk membayar bunga sebesar US$29,5 juta (Rp 432 miliar) pada obligasi Oktober 2023 yang harusnya dilunasi bulan lalu. Selain itu tiga lainnya senilai US$75,3 juta (Rp 1,1 triliun) yang jatuh tempo bulan lalu nampaknya tidak akan dibayar sebelum 30 hari.
Dengan melewatkan pembayaran Oktober 2023, Sunac mengatakan pemegang obligasi bisa meminta pembayaran segera pokok dan bunga. Namun belum menerima 'pemberitahuan percepatan'.
Perusahaan juga meminta maaf pada krediturnya dalam pengajuan dan meminta untuk memberikan waktu mengatasi hal ini. Serta menambahkan berupaya meningkatkan profil kreditnya.
Sektor properti di China dihantam gelombang gagal bayar mulai dari Evergrade Group dan Kaisa Group. Zhongliang Holding juga jadi perusahaan terbaru yang meminta perpanjangan pembayaran.
Sektor ini harus merasakan tekanan tambahan karena adanya lockdown akibat Covid-19 di seluruh negeri. Kebijakan itu membebani penjualan dan Yuan yang melemah membuat pengembang untuk memenuhi pembayaran pada jatuh tempo utang luar negerinya.
(npb/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rumah China Ambruk, Ada Apa Mr Xi?
