
Sssttt, Ada yang Kasih Warning ke RI Soal Utang

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P) mempertahankan peringkat atau rating Indonesia di tingkat BBB. Namun S&P menaikkan outlook atau prospek peringkat utang Indonesia dari negatif menjadi stabil.
Afirmasi rating Indonesia disertai dengan revisi outlook mencerminkan keyakinan S&P atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia. Outlook stabil mencerminkan kepercayaan S&P bahwa pemulihan ekonomi Indonesia akan berlanjut hingga dua tahun ke depan, terutama didukung konsolidasi fiscal yang membaik.
S&P memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh 5,1% pada tahun ini dan 4,8% pada 2023. Ekonomi Indonesia hanya tumbuh 3,69% pada 2021 dan terkontraksi 2,07% pada 2020 akibat hantaman pandemi Covid-19.
Nominal PDB Indonesia diperkirakan mencapai US$ 4.700 pada tahun ini, angka ini lebih rendah dibandingkan mayoritas negara dengan peringkat investment grade (layak investasi). Namun, PDB per kapita Indonesia diperkirakan akan tumbuh kuat sebesar 3,2%. S&P memperkirakan rata-rata pertumbuhan PDB per kapita Indonesia akan di atas peers-nya
Sebagai catatan, S&P menurunkan outlook rating Indonesia dari stabil ke negatif pada April 2020. Outlook tersebut dipertahankan pada tahun 2021 dan baru pada April tahun ini meningkat menjadi stabil.
Outlook positif menandai Indonesia memiliki peluang peningkatan peringkat di masa mendatang sementara outlook negatif menunjukkan adanya kemungkinan penurunan rating. Outlook stabil sendiri mencerminkan bahwa peringkat investment grade BBB yang disematkan ke Indonesia berpeluang tetap.
S&P menilai Indonesia akan diuntungkan oleh harga komoditas yang melonjak dampak dari perang Rusia-Ukraina. Kenaikan harga komoditas seperti tembaga dan batu bara membuat penerimaan negara meningkat. Namun, perang Rusia-Ukraina juga bisa menekan permintaan konsumsi rumah tangga.
"S&P melihat risiko dari perang masih manageable sehingga bisa mencegah pelemahan lebih lanjut di tengah menurunnya perekonomian global," tutur S&P dalam laporannya.
S&P menilai penerimaan negara yang lebih besar akan membantu konsolidasi fiskal dan menurunkan defisit anggaran dalam dua hingga tahun ke depan. Defisit anggaran diperkirakan mencapai 4% dari PDB pada tahun ini, di bawah yang ditetapkan dalam APBN 2022 yakni 4,85% dari PDB,
Undang-Undang Cipta Kerja juga diharapkan bisa mendorong penciptaan lapangan kerja serta menarik lebih banyak investor asing.
Cakupan vaksinasi yang luas akan menciptakan imunitas yang bisa mendukung perekonomian. Dampak varian Omicron kepada Indonesia juga dinilai ringan sehingga memungkinkan adanya pelonggaran pembatasan mobilitas. Kondisi politik di Indonesia juga dinilai stabil sehingga berdampak positif ke perekonomian.