
Sssttt, Ada yang Kasih Warning ke RI Soal Utang

Akan tetapi, S&P mengingatkan Indonesia akan ancaman naiknya beban bunga karena meningkatnya inflasi dan tingkat suku bunga global. Menurut mereka, utang pemerintah masih tetap lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi Covid-19 meskipun sudah menurun dibandingkan saat pandemi. S&P memperkirakan utang neto pemerintah akan naik rata rata 3,1% per tahun pada 2022-2025.
"Utang pemerintah Indonesia sudah mulai stabil setelah mencatatkan peningkatan signifikan di tahun 2020. Namun, beban bunga masih harus ditanggung dalam waktu lama dan bisa meningkat dalam satu atau dua tahun ke depan," tutur S&P.
S&P memperkirakan rasio bunga dan penerimaan bisa turun ke level 15% dalam tiga atau empat tahun ke depan. Sebagai catatan, per akhir Maret 2022 utang pemerintah menembus Rp 7.052,5 triliun dengan rasio terhadap PDB sebesar 40,39%. Jumlah tersebut naik dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat Rp 7.014,58 triliun.
S&P menyoroti peran Bank Indonesia dalam membantu pemerintah membiayai defisit anggaran melalui skema burden sharing. Sejauh ini, S&P tidak melihat kenaikan ekspektasi dari peran BI dalam burden sharing atau tekanan ke yield surat utang pemerintah.
"Ini membuktikan pasar mencerna perkembangan tanpa kekhawatiran," tutur S&P.
Menanggapi S&P, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan afirmasi rating Indonesia disertai dengan revisi outlook menjadi stabil tersebut menunjukkan bahwa di tengah peningkatan risiko global yang berasal dari tensi geopolitik Rusia-Ukraina, perlambatan ekonomi global, dan peningkatan tekanan inflasi, pemangku kepentingan internasional tetap memiliki keyakinan yang kuat atas terjaganya stabilitas makroekonomi dan prospek ekonomi jangka menengah Indonesia.
" Ke depan, BI akan terus mencermati perkembangan ekonomi dan keuangan global dan domestik, merumuskan dan melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," tutur Perry, dalam keterangan resmi.
Dalam laporannya, S&P juga memberikan dua scenario atas rating Indonesia yakni downside dan upside scenario. Downside scenario terjadi jika pemulihan ekonomi Indonesia terutama GDP per kapita lebih lambat dari negara peers-nya. Skenario tersebut memmperhitungkan sejumlah faktor, salah satunya pembayaran bunga utang pemerintah melewati 15% dari penerimaan serta menurunya penerimaan transaksi berjalan yang bisa berdampak buruk terhadap keseimbangan eksternal.
Sementara itu, upside scenario mempertimbangkan beban utang utang luar negeri yang terus menurun di bawah 50% dari penerimaan transaksi berjalan. Rating Indonesia juga berpeluang naik jika pembayaran bunga utang di bawah 10% dari penerimaan negara.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]