Letusan Gunung Anak Krakatau Bisa Sebesar Bapaknya?
Jakarta, CNBC Indonesia - Meningkatnya status level Gunung Anak Krakatau (GAK) dari yang sebelumnya di level II (waspada) menjadi level III (siaga) menjadi perhatian berbagai pihak. Lantas dengan naiknya status ini apakah letusan Gunung Anak Krakatau akan sama seperti bapaknya yakni Gunung Krakatau dengan letusan dahsyatnya pada 1883 silam?
Peneliti vulkanologi Surono memastikan bahwa letusan Gunung Anak Krakatau tidak akan membesar, setelah beberapa belakangan ini mengalami erupsi. Menurut dia jatuhnya material letusan dari Gunung Anak Krakatau tak akan jauh dari sekitar gunung sehingga tidak akan berdampak luas.
"Tidak akan letusan Gunung Anak Krakatau menjadi besar. Material letusannya jatuh di sekitarnya, untuk bentuk tubuh GAK supaya menjadi tinggi dan besar. Letusan GAK itu seperti anak kecil yang garis dinamis, supaya tumbuh sehat dan kuat," ujarnya kepada CNBC Indonesia, Rabu (27/4/2022).
Untuk diketahui, sebelum terdapat Gunung Anak Krakatau, pendahulu sebelumnya yakni Gunung Krakatau menghilang setelah meluluhlantakkan letusan dahsyat dari 24 hingga 27 Agustus 1883.
Bahkan gemuruh letusannya kala itu terdengar hingga 3.000 mil jauhnya. Setidaknya lebih dari 30 ribu orang menjadi korban.
"Banyak orang Eropa, termasuk sejumlah besar pejabat Belanda, dan beribu-ribu penduduk pribumi tewas tenggelam," lapor AP Cameron, yang ketika letusan terjadi menjadi Konsul Inggris di Jakarta, seperti dicatat Simon Winchester dalam Krakatau: Ketika Dunia Meledak, 27 Agustus 1883 (2003:301). Di distrik Caringin setidaknya 10 ribu orang tewas karena letusan itu.
Adapun di masa meletusnya Krakatau, gelombang besar terjadi di sekitar Selat Sunda. Gelombang ini tidak hanya membuat hancur kapal barang dan penumpang, namun juga mengganggu jalur pelayaran antara Hindia Belanda.
Sebuah mercusuar, yang sangat penting di Anyer, bahkan hancur dan pemerintah kolonial harus merogoh kocek untuk membangunnya lagi.
Sekitar Banten dan Lampung, kala itu menurut catatan Cameron tertutupi oleh abu. Kondisi itu membuat rakyat dan hewan ternak mereka akan kesulitan mendapat makanan karena abu letusan Krakatau.
Pohon-pohon buah seperti kelapa dan juga kopi, yang merupakan sumber penghidupan rakyat di sekitar Selat Sunda, menjadi rusak karena letusan Krakatau itu. Kondisi itu memiskinkan penduduk pribumi di sekitar area letusan.
(pgr/pgr)