
'Hantu' Stagflasi Ancam Asia, Imbas Perang dan Lockdown China

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan jika kawasan Asia menghadapi ancaman stagflasi. Perang di Ukraina, lonjakan biaya komoditas, dan perlambatan di China telah menciptakan ketidakpastian yang signifikan.
Anne-Marie Gulde-Wolf, Direktur IMF Asia dan Departemen Pasifik, mengatakan akibat eksposur perdagangan dan keuangan Asia ke Rusia dan Ukraina terbatas, ekonomi kawasan akan terpengaruh oleh krisis melalui harga komoditas yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat di mitra dagang Eropa,
Selain itu, Gulde-Wolf mencatat bahwa inflasi di Asia juga mulai meningkat pada saat perlambatan ekonomi China menambah tekanan pada pertumbuhan regional.
"Oleh karena itu, kawasan menghadapi prospek stagflasi, dengan pertumbuhan lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya dan inflasi lebih tinggi," katanya dalam konferensi pers online di Washington, Selasa (26/4/2022), dikutip dari The Straits Times.
Hambatan pertumbuhan juga datang pada saat ruang kebijakan untuk merespons terbatas. Ia menambahkan pembuat kebijakan Asia akan menghadapi trade-off yang sulit dalam menanggapi perlambatan pertumbuhan dan kenaikan inflasi.
"Pengetatan moneter akan dibutuhkan di sebagian besar negara, dengan kecepatan pengetatan tergantung pada perkembangan inflasi domestik dan tekanan eksternal," katanya.
Adapun, kenaikan suku bunga stabil yang diharapkan Federal Reserve Amerika Serikat (Fed AS) juga menghadirkan tantangan bagi pembuat kebijakan Asia mengingat utang dalam mata uang dolar yang sangat besar di kawasan itu.
Dalam perkiraan terbaru per April, IMF mengatakan pihaknya memperkirakan ekonomi Asia akan tumbuh 4,9% tahun ini, turun 0,5% dari proyeksi pada Januari sebelumnya.
Sementara itu, inflasi di Asia sekarang diperkirakan mencapai 3,4% pada 2022, 1% lebih tinggi dari perkiraan pada Januari.
(tfa/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ekonomi China Belum 'Ngegas', Risiko Stagflasi Mengintai