
Stance Kebijakan Moneter BI: Ekstra Hati-hati

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 April 2022 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 3,5%. BI juga menegaskan mereka akan ekstra hati-hati dan menunggu kebijakan pemerintah sebelum menaikkan suku bunga acuan.
Dalam RDG bulan ini, BI juga mempertahankan suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. BI sudah mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 3,5% sejak Februari 2021 atau sudah bertahan selama 14 bulan terakhir. Level 3,5% adalah suku bunga acuan terendah dalam sejarah Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan keputusan BI untuk menahan suku bunga sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan terkendalinya inflasi, serta upaya untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
Perry mengatakan inflasi masih terkendali meskipun dalam tren kenaikan. Inflasi, menurutnya, masih dalam kisaran target BI yakni 2-4%. Nilai rupiah juga masih stabil meskipun mengalami pelemahan akibat meningkatnya ketidakpastian global.
Indonesia mencatatkan inflasi sebesar 2,64% (YoY) yang merupakan inflasi tertinggi sejak April 2020 (2,67%). Perry mengatakan kenaikan administered prices memang akan mengerek inflasi tetapi dampak second round effect ke inflasi inti kemungkinan tidak akan sebesar pada kondisi ekonomi normal karena saat ini masih ada output gap antara permintaan dan pasokan.
Sebagai catatan, PT Pertamina (Persero) menaikkan harga BBM Pertamax pada April lalu menjadi Rp 12.500-13.000 per liter dari sebelumnya Rp 9.000-9.400 per liter.
Pemerintah juga berencana menaikkan Pertalite serta Elpiji yang masuk dalam kelompok admistered prices. Kenaikan harga BBM, secara historis, memiliki dampak second round yang lebih besar ke bulan berikutnya dalam bentuk kenaikan tarif transportasi dan ongkos produksi.
Pada 2014, misalnya, pemerintah menaikkan harga BBM Premium pada November. Inflasi bulan November tercatat 1,5% (month to month) dan melonjak menjadi 2,46% sebulan kemudian.
Perry menegaskan tidak menutup kemungkinan BI untuk menaikkan suku bunga tetapi kebijakan tersebut akan sangat tergantung pada bagaimana kebijakan pemerintah dalam merespon kenaikan kelompok pengeluaran administered price.
Sebagai informasi, pemerintah berencana menyalurkan sejumlah bantuan sosial untuk memitigasi dampak kenaikan harga BBM serta kenaikan harga pangan akibat perang Rusia-Ukraina, salah satunya adalah subsidi minyak goreng serta bantuan subsidi upah.
"Tetapi ini (kebijakan moneter BI) akan sangat tergantung pada respon dari kebijakan pemerintah khususnya yang berimplikasi pada administered prices. Rencananya, stance kami sudah arahkan ke sana, besarannya, urutannya, magnitude-nya, maupun timing akan sangar tergantung kebijakan pemerintah," tutur Perry dalam konferensi pers usai menggelar RDG, Selasa (19/4/2022).
Perry menegaskan Bi akan mengukur terlebih dahulu dampak kenaikan administered prices secara hati-hati. BI juga akan terus menyeimbangkan antara kepentingan menjaga stabilitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi. BI juga mengingatkan bahwa kebijakan moneter tidak harus berupa kenaikan suku bunga tetapi juga bisa berupa relaksasi kebijakan makroprudensial.
"Kami akan sangat ekstra hati-hati. Kami akan mempertimbangkan antara kebijakan stabilitas termasuk stabilitas harga dengan keperluan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Esensinya sabar, sabar menunggu koordinasi yang terus berlanjut. Komitmen kami sama, menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi," tutur Perry.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Indonesia mencatatkan inflasi sebesar 2,64% (YoY) yang merupakan inflasi tertinggi sejak April 2020 (2,67%). Perry mengatakan kenaikan administered prices memang akan mengerek inflasi tetapi dampak second round effect ke inflasi inti kemungkinan tidak akan sebesar pada kondisi ekonomi normal karena saat ini masih ada output gap antara permintaan dan pasokan.
Sebagai catatan, PT Pertamina (Persero) menaikkan harga BBM Pertamax pada April lalu menjadi Rp 12.500-13.000 per liter dari sebelumnya Rp 9.000-9.400 per liter.
Pemerintah juga berencana menaikkan Pertalite serta Elpiji yang masuk dalam kelompok admistered prices. Kenaikan harga BBM, secara historis, memiliki dampak second round yang lebih besar ke bulan berikutnya dalam bentuk kenaikan tarif transportasi dan ongkos produksi.
Pada 2014, misalnya, pemerintah menaikkan harga BBM Premium pada November. Inflasi bulan November tercatat 1,5% (month to month) dan melonjak menjadi 2,46% sebulan kemudian.
Perry menegaskan tidak menutup kemungkinan BI untuk menaikkan suku bunga tetapi kebijakan tersebut akan sangat tergantung pada bagaimana kebijakan pemerintah dalam merespon kenaikan kelompok pengeluaran administered price.
Sebagai informasi, pemerintah berencana menyalurkan sejumlah bantuan sosial untuk memitigasi dampak kenaikan harga BBM serta kenaikan harga pangan akibat perang Rusia-Ukraina, salah satunya adalah subsidi minyak goreng serta bantuan subsidi upah.
"Tetapi ini (kebijakan moneter BI) akan sangat tergantung pada respon dari kebijakan pemerintah khususnya yang berimplikasi pada administered prices. Rencananya, stance kami sudah arahkan ke sana, besarannya, urutannya, magnitude-nya, maupun timing akan sangar tergantung kebijakan pemerintah," tutur Perry dalam konferensi pers usai menggelar RDG, Selasa (19/4/2022).
Perry menegaskan Bi akan mengukur terlebih dahulu dampak kenaikan administered prices secara hati-hati. BI juga akan terus menyeimbangkan antara kepentingan menjaga stabilitas serta mendorong pertumbuhan ekonomi. BI juga mengingatkan bahwa kebijakan moneter tidak harus berupa kenaikan suku bunga tetapi juga bisa berupa relaksasi kebijakan makroprudensial.
"Kami akan sangat ekstra hati-hati. Kami akan mempertimbangkan antara kebijakan stabilitas termasuk stabilitas harga dengan keperluan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Esensinya sabar, sabar menunggu koordinasi yang terus berlanjut. Komitmen kami sama, menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi," tutur Perry.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Inflasi Eropa Melandai, Kenaikan Suku Bunga Masih Lanjut?