Internasional

Situasi Terkini Ekonomi Rusia usai Serang Ukraina, Resesi?

Tommy Patrio Sorongan, CNBC Indonesia
21 March 2022 12:13
A view shows a church, which was damaged during Ukraine-Russia conflict in the separatist-controlled town of Volnovakha in the Donetsk region, Ukraine March 12, 2022. REUTERS/Alexander Ermochenko
Foto: REUTERS/ALEXANDER ERMOCHENKO

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga-harga barang di Rusia mulai dilaporkan mengalami kenaikan cukup tajam. Hal ini terjadi pasca sanksi ekonomi yang dijatuhkan negara-negara Barat setelah Moskow meluncurkan serangan ke Ukraina hampir sebulan yang lalu.

Kenaikan mulai dilaporkan di beberapa barang seperti pangan. Al Jazeera memberitakan hal ini dikarenakan gangguan rantai pasok barang-barang impor ke negara itu, di mana Rusia masih bergantung pada pasokan dari luar negeri.

Selain itu, turunnya nilai mata uang ruble juga menjadi alasan kenaikan ini. Sebelumnya satu dollar Amerika Serikat (AS) bernilai 75 ruble namun saat ini menjadi 100 ruble.

"Manisan sebelumnya dijual dengan harga 70 ruble, sekarang 100. Ini juga terjadi di beberapa pasokan seperti ayam," ujar salah satu warga Rusia yang berbelanja di pasar Moskow, dikutip Senin, (21/3/2022).

Tak hanya pangan, alat-alat berat seperti onderdil kendaraan dan juga peralatan industri lainnya mengalami kelangkaan akibat sanksi yang melarang ekspor ke negara itu. Sebelum sanksi, Rusia diketahui mengimpor 81% alat-alat industrinya.

Bahkan di sektor seperti komunikasi, Negeri Beruang Putih itu mengimpor hampir 86% peralatannya dari luar negeri, utamanya negara Barat. Di sektor perbankan, industri keuangan negara itu menggantungkan 90% operasinya pada teknologi Barat.

"Ambisi Rusia mulai menunjukkan hal yang tidak realistis karena ekonominya yang kecil tidak mampu mendorongnya untuk memproduksi alat-alat teknologi tinggi yang kompleks," terang spesialis ekonomi Rusia di German Institute for International dan Security Affairs kepada Wall Street Journal.

Sebelumnya, pelemahan ekonomi Rusia, sudah diprediksi sejumlah pihak. Ini karena sanksi yang diberikan karena serangan ke Ukraina 24 Februari.

Goldman Sachs telah menaikkan perkiraan akhir tahun untuk inflasi Rusia menjadi 17% (yoy) dari proyeksi sebelumnya 5%. CBR, bank sentral. mungkin dipaksa untuk menaikkan suku bunga lebih banyak guna menjaga stabilitas.

Pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan akan terpukul parah. Raksasa Wall Street memangkas perkiraan PDB 2022 dari ekspansi 2% menjadi kontraksi alias minus 7% (yoy).

Hal sama juga diramal JP Morgan. Di kuartal kedua (Q2) 2022 ini, negeri Presiden Vladimir Putin diyakini akan mengalami negatif 35% di Q2 ini. 

"Sanksi dan keputusan bisnis asing untuk menghentikan sementara atau menghentikan operasi Rusia telah menyebabkan kemacetan dalam perdagangan internasional, pengurangan output, dan gangguan rantai pasokan," tulis ahli strategi JPMorgan Anatoliy Shal dalam sebuah catatan untuk klien berjudul "Rusia: Berhenti tiba-tiba", dikutip CNBC International.

"Kejutan menyiratkan potensi output yang lebih rendah, yang akan disertai dengan lonjakan harga. Krisis kredit akan menambah rasa sakit, meskipun ada tanda-tanda bahwa penurunan di bank berkurang."


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Slow But Sure Mr Putin, Ekonomi Rusia Bakal Merana

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular