
Perang Rusia Ukraina Akhirnya 'Tusuk' Putin? Ekonomi Rusia Loyo

Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonominya untuk 2025 menjadi 1,5% dari 2,5%. Hal ini seiring tekanan inflasi, suku bunga tinggi, dan biaya perang yang semakin membebani perekonomian.
Di saat yang sama, pemerintah juga memperpanjang larangan ekspor bensin hingga 31 Oktober 2025 untuk menahan lonjakan harga bahan bakar di dalam negeri. Menteri Keuangan Anton Siluanov mengatakan perlambatan tak terhindarkan karena kebijakan moneter ketat yang diberlakukan guna mengendalikan inflasi.
"Jika tahun ini kita melihat kondisi yang cukup sulit untuk implementasi kebijakan moneter dan kredit, kita melihat bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi tetap tidak akan kurang dari 1,5% tahun ini, setidaknya menurut penilaian Kementerian Ekonomi," ujar Siluanov kepada Presiden Vladimir Putin, Rabu, seperti dikutip Reuters, Kamis (28/8/2025).
Ekonomi Rusia sebelumnya tumbuh pesat, yakni 4,1% pada 2023 dan 4,3% pada 2024, meski dihadapkan sanksi Barat. Angka itu bahkan melebihi negara-negara G7.
Namun, momentum itu kini melambat. Data badan statistik federal Rosstat menunjukkan PDB hanya naik 1,1% pada kuartal-II (Q2) 2025, anjlok dari 4,0% pada periode sama tahun lalu. Dana Moneter Internasional (IMF) juga memangkas proyeksi pertumbuhan Rusia menjadi 0,9% dari 1,5%.
Perlambatan ini terjadi di tengah pengeluaran militer terbesar Rusia. Ini bahkan terbesar sejak Perang Dingin yang memicu inflasi.
Bank sentral sempat menaikkan suku bunga ke level 21% pada Oktober 2024, tertinggi sejak awal pemerintahan Putin. Walau suku bunga sudah turun bertahap ke 18% pada Juli 2025, biaya kredit dan kekurangan tenaga kerja masih menekan ekonomi.
"Ada banyak nuansa dalam hal memastikan pertumbuhan ekonomi," kata Putin, mengakui ada perdebatan internal terkait arah kebijakan ekonomi dan menambahkan bahwa diskusi antara pemerintah, bank sentral, dan para ahli mengenai suku bunga acuan masih terus berlangsung.
Di sisi lain, Wakil Perdana Menteri (PM) Pertama Rusia, Denis Manturov, memperkirakan manufaktur hanya akan tumbuh 3% tahun ini, lebih rendah dari estimasi 4,3% sebelumnya. Produksi industri juga diprediksi melemah ke 2% dari 2,6%.
Sementara itu, pemerintah Rusia berupaya menstabilkan harga energi domestik dengan memperpanjang larangan ekspor bensin. Kebijakan ini diberlakukan setelah serangan Ukraina terhadap kilang minyak memicu lonjakan harga bahan bakar.
"Larangan sementara baru untuk ekspor bensin mobil diterapkan guna menjaga stabilitas pasar bahan bakar domestik," tulis pemerintah di kanal resmi Telegram.
Serangan Ukraina yang menargetkan kilang dan depot minyak Rusia tak hanya mengurangi kapasitas produksi, tapi juga meningkatkan tekanan di dalam negeri. Permintaan bensin naik tajam karena banyak warga beralih menggunakan kendaraan pribadi setelah perjalanan udara dan kereta api terganggu.
(tfa/șef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Alarm Bahaya Menyala! Ekonomi RI Tumbuh di Bawah Ekspektasi