
Kisruh JHT: Buruh Ngamuk, Jokowi Turun Tangan

Jakarta, CNBC Indonesia - Tak ada angin tak ada hujan, kalangan buruh tiba-tiba berteriak dengan lantang. Mereka turun ke jalan dan mengepung kantor Kementerian Ketenagakerjaan dari segala penjuru.
Aksi ini dilakukan setelah buruh mengetahui ketentuan baru yang diterbitkan pemerintah perihal pencairan jaminan hari tua (JHT) yang cuma bisa cair ketika peserta berusia 56 tahun, meninggal dunia, atau catat total.
Padahal, JHT selama ini sudah menjadi tumpuan bagi buruh yang mengundurkan diri dari pekerjaannya atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalih pemerintah menggantikan JHT dengan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) juga dinilai tak sepadan.
Ketentuan pencairan JHT pada usia 56 tahun diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT, yang diteken Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Namun, di tengah gelombang kritik terhadap aturan tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta menterinya untuk merevisi total aturan tersebut. Padahal, aturan tersebut terbit sejatinya sudah melalui mekanisme persetujuan kepala negara.
Lantas, bagaimana kronologinya? CNBC Indonesia merangkumnya untuk Anda.
1. Munculnya Permenaker 2/2022 & Penolakan Besar-besaran
Permenaker 2/2022 diteken Menaker Ida Fauziyah pada 2 Februari 2022. Aturan tersebut langsung mendapatkan penolakan besar-besaran karena dianggap hanya akan mempersulit kalangan buruh.
Aturan yang semestinya disusun dengan prinsip kehati-hatian itu dianggap sembrono, tidak memihak kalangan pekerja, dan jauh dari aspirasi publik. Sontak publik pun ramai-ramai menyampaikan penolakan.
Beberapa waktu lalu, muncul petisi online melalui change.org yang dengan tegas menolak aturan baru tentang pencairan JHT. Petisi tersebut bahkan sudah ditandatangani nyaris 500.000 orang hingga saat ini.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengecam keras keputusan pemerintah menerbitkan aturan tersebut. KSPI memandang, kebijakan tersebut hanya semakin merugikan para buruh.
"Pemerintah sepertinya tidak bosan menindas kaum buruh," kata Said Iqbal.
Kalangan buruh bahkan meminta agar pemerintah mencabut aturan tersebut. Para buruh menganggap, aturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Gelombang penolakan tak hanya datang dari para buruh. Puan Maharani, Ketua DPR juga secara khusus telah meminta kepada pemerintah untuk meninjau ulang aturan pencairan JHT di usia maksimal 56 tahun.
"Perlu diingat, JHT bukanlah dana dari pemerintah melainkan hak pekerja pribadi, karena berasal dari kumpulan potongan gaji teman pekerja, termasuk buruh," kata Puan.
![]() Sejumlah buruh dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Rabu (23/2/2022). (CNBC Indonesia/andrean Kristianto) |
2. Jokowi Turun Tangan Minta Revisi
Merespons gelombang penolakan yang cukup masif, Menaker Ida Fauziyah beralasan bahwa perubahan aturan JHT adalah untuk mengembalikan fungsi JHT sebagai jaminan sosial di hari tua.
"JIka kita flashback, kita belum memiliki alternatif skema jaminan sosial bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan atau mengalami PHK," kata Ida dalam keterangan tertulis.
"Jadi ada kekosongan regulasi yang mengatur orang kehilangan pekerjaan. Nah saat ini, kita memiliki program JKP, kita kembalikan hakikat JHT sebagai jaminan sosial hari tua," jelasnya
Meski demikian, penjelasan otoritas ketenagakerjaan tak sepenuhnya membuat para buruh tenang. Kalangan buruh merasa, program JKP yang merupakan barang baru tidak bisa disamakan dengan program JHT.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya turun tangan. Jokowi memanggil Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk membahas ihwal JHT.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyebut, presiden memahami bahwa para pekerja keberatan dengan aturan baru terkait pencairan dana JHT.
"Bapak Presiden terus mengikuti aspirasi para pekerja dan beliau memahami keberatan dari para pekerja terhadap Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua," kata Pratikno dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden
Presiden memerintahkan agar tata cara dan persyaratan pembayaran JHT disederhanakan, dipermudah, supaya dana JHT bisa diambil oleh pekerja yang sedang menghadapi masa-masa sulit, terutama yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Jadi bagaimana nanti pengaturannya akan diatur lebih lanjut di dalam revisi Peraturan Menteri Tenaga Kerja atau regulasi yang lainnya," ujar Pratikno.
Sebagai informasi, setiap peraturan menteri/kepala lembaga memang harus mendapatkan persetujuan presiden sebelum ditetapkan.
Ketentuan itu dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga yang diteken Jokowi pada 2 Agustus 2021.
"Setiap Rancangan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga yang akan ditetapkan oleh menteri/kepala lembaga wajib mendapatkan Persetujuan Presiden," demikian bunyi Pasal 3 Ayat (1) Perpres Nomor 68 Tahun 2021.
Dalam Pasal 1 Ayat (1) perpres, yang dimaksud persetujuan presiden adalah petunjuk atau arahan presiden, baik yang diberikan secara lisan atau tertulis maupun pemberian keputusan dalam sidang kabinet atau rapat terbatas.
Setidaknya, ada 3 kriteria rancangan peraturan menteri/kepala lembaga yang wajib mendapatkan persetujuan presiden sebelum ditetapkan.
Pertama, berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Baca juga: Jokowi Minta Permenaker Direvisi, Pakar Usul JHT Bisa Diambil Pekerja yang Di-PHK.
Kedua, bersifat strategis, yaitu yang berpengaruh pada program prioritas presiden, target pemerintah yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), pertahanan dan keamanan, serta keuangan negara.
Dan ketiga, rancangan peraturan lintas sektor atau lintas kementerian/lembaga.
(cha/cha)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Beda Program JHT & JKP, Simak Aturan Lengkap di Sini!
