
Juragan-juragan Warteg Teriak, ada apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Umum Warung Nusantara (Kowantara)Mukroni mengatakan, hingga saat ini, ribuan usaha warung makan/ warteg yang tergabung dalam paguyubannya belum mampu bangkit. Sejumlah tantangan diakui membebani pengusaha warteg.
Per awal tahun 2022, menurut Mukroni, setidaknya ada 4.000 warung makan (warteg) skala menengah ke bawah yang tutup akibat efek domino pandemi Covid-19. Pengusaha warteg yang tutup pun beralih profesi, menjadi supir atau buruh.
Disebutkan, Kowantara memiliki anggota yang tersebar di Jabotabek hingga Karawang. Ada sekitar 10 ribu, by name. Artinya, seorang pengusaha bisa juga memiliki 2-3 warung. Akibat tekanan efek domino pandemi Covid-19, sekitar 40-50% diantaranya masih belum balik berjualan.
"Kondisi seperti sekarang bikin mereka ragu berjualan lagi. Tadinya mereka berharap bisa balik lagi, sempat optimis, tapi tidak berani lagi," ujar Mukroni kepada CNBC Indonesia, Kamis (17/2/2022).
![]() Ilustrasi warteg. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
Saat ini, lanjutnya, pengusaha warung makan/ warteg menghadapi tantangan. Akibat naiknya harga-harga pangan untuk menu masakan. Seperti minyak goreng, tempe, tahu, cabai, bahkan gula. Belum lagi, lanjutnya, kebijakan PPKM level 3 menambah tantangan tersendiri bagi pengusaha warteg.
Sebelumnya, pedagang juga harus kebingungan akibat melonjaknya harga harga daging ayam dan telur.
"Jadi ada keraguan bisa pulih lagi. Karena daging mahal, sementara daya beli turun, jadinya banyakin menu seperti tahu dan tempe. Karena terjangkau," ujarnya.
Pada saat bersamaan, dia mengaku mendengar kabar rencana kenaikan harga dan aksi mogok perajin tahu-tempe.
"Pedagang bilang bakal mau ada demo. Harga tempe - tahu sekarang belum naik, tapi sudah dibilangin bakal naik, mungkin Sabtu atau Minggu," kata Mukroni.
Hal senada disampaikan Ayu, pedagang sayur keliling.
"Harga tahu masih Rp5.000 per potong (besar). Tapi nggak tahu nanti, katanya mau demo," kata Ayu, Kamis (17/2/2022).
Sementara itu, Mukroni menambahkan, pedagang warteg juga masih kesulitan mendapatkan minyak goreng.
"Kami belinya minyak curah karena bisa ketengan. Bisa setengah kilogram dulu, kurang beli lagi. Tapi, tadinya Rp17.000 per kg sekarang Rp20.000. Itu pun nggak rata barangnya," ujarnya.
Karena itu, dia meminta pemerintah segera bertindak cepat menjamin kestabilan harga dan pasokan minyak goreng di pasar.
"Apalagi sekarang daya beli turun. Kita nggak bisa naikkan harga, paling kurangi porsi. Nggak mungkin juga menghapus menu tempe atau tahu seperti orek karena itu khas warteg. Gorengan juga menu daya tarik pelanggan warteg. Paling menu daging kita masak sedikit saja karena mahal," ujarnya.
Akibat tekanan harga bahan baku, lanjutnya, omzet warteg/ warung makan pun masih tipis.
"Desember tahun lalu sudah mulai baik, tapi sekarang turun lagi. Belum sempat pulih, dihantam harga-harga naik. Omzet belum balik, biaya modal produksi naik 20%-an. Pendapatan pun ikut susut 20%," kata Mukroni.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tutup Total! Ribuan Warteg di DKI Masih Tiarap Gegara Pandemi