Internasional

Ngeri Inflasi Tinggi Teror AS-Inggris-Eropa, RI Kena Dampak?

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
17 February 2022 06:11
Pelonggaran Pemakaian Masker di Inggris
Foto: Himbauan pemakaian masker untuk mencegah penyebaran virus corona terpampang di jendela toko supermarket Sainsbury di London, Kamis (27/1/2022). (AP Photo/Matt Dunham)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hantu inflasi tinggi kini meneror dunia. Bukan hanya di Amerika Serikat (AS) tapi juga di Inggris dan Uni Eropa.

AS misalnya, dalam pengumuman indeks harga konsumen (IHK) terbaru 10 Februari lalu, mencatat semua item naik 0,6% pada Januari, dan mendorong inflasi tahunan sebesar 7,5%. Ini merupakan kenaikan terbesar sejak Februari 1982 alias 40 tahun.

Secara persentase, bahan bakar minyak naik paling tinggi di Januari. Melonjak 9,5% dari 46,5% (yoy).

Kenaikan juga didorong biaya kendaraan, tempat tinggal. Biaya makanan sendiri melonjak 0,9% untuk bulan Januari dan naik 7% selama setahun terakhir.

Hal senada juga terjadi pada Inggris. Pada Januari 2022, laju inflasi di Inggris mencapai 5,5%, atau yang tertinggi sejak Maret 1992.

Tingginya harga energi menjadi faktor terbesar kenaikan inflasi di Inggris. Pakaian dan alas kaki juga mendorong laju inflasi naik, meskipun ada penurunan harga-harga barang tradisional.

Kenaikan inflasi di Inggris juga diyakini akan terus terjadi, bahkan mencapai puncak 7,25% di April 2022. Ini terjadi karena adanya kenaikan tarif energi untuk rumah tangga sebesar 54%.

Terbaru Uni Eropa (UE). Inflasi juga mencapai rekor tertinggi sejak pembentukan zona Uni Eropa

Pertumbuhan harga konsumen telah meningkat menjadi lebih dari 5% untuk kawasan secara keseluruhan. Lituania misalnya mencatat inflasi dua digit 12,2% sementara Italia mencatat inflasi 5,3%.

Jerman mencatat inflasi 5,1% tertinggi dalam 30 tahun sedangkan Prancis 3,3%. Kenaikan harga energi juga manjadi salah satu faktor.

Tingginya inflasi ini diyakini akan membuat bank-bank sentral terkemuka dunia menaikkan suku bunga. The Fed misalnya.

"Dengan lonjakan inflasi mengejutkan pada Januari, pasar terus khawatir tentang The Fed yang agresif," kata ahli strategi alokasi aset di LPL Financial, Barry Gilbert, dikutip AFP.

"Sementara segalanya mungkin mulai membaik, kecemasan pasar tentang potensi pengetatan The Fed tidak akan hilang sampai ada tanda-tanda yang jelas bahwa inflasi akan terkendali."

Halaman 2>>>

Lonjakan inflasi menjadi persoalan hampir seluruh negara di dunia saat ini. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengungkapkan kekhawatirannya.

Misalnya inflame AS. Ini, kata dia, akan menimbulkan respons kenaikan suku bunga yang membuat tapering muncul.

"Likuiditas global akan diperketat, interest rate naik dan mulai terjadi di Maret. Orang tidak lagi berspekulasi kapan, tapi berapa tinggi kenaikan suku bunga," katanya pekan lalu.

Sebagai negara adidaya, kebijakan AS akan mempengaruhi pasar keuangan global. Artinya hampir seluruh negara akan terkena imbasnya.

Ini pun termasuk Indonesia. Aliran modal akan mengalir kembali ke AS dan menyebabkan pelemahan pada nilai tukar.

Apabila tidak diantisipasi dengan tepat, Sri Mulyani mengungkapkan hal tersebut bisa menahan laju pemulihan ekonomi yang kini tengah berjalan.

"Ini tantangan baru pemulihan kita," pungkasnya.

Hal sama juga dikatakan Ekonom Senior Chatib Basri. Meningkatkan suku bunga AS akan mendorong aliran modal keluar (outflow) dari Indonesia yang menyebabkan pelemahan dari nilai tukar rupiah.

"Menyempitnya selisih yield obligasi pemerintah AS dengan Indonesia akan mendorong terjadinya outflow," katanya.

Hal yang sama juga terjadi pada 2013 lalu. Akan tetapi outflow yang terjadi diyakini tidak akan begitu besar, sebab kondisi fundamental ekonomi Indonesia kini jauh lebih baik. Sehingga bila melepas pergerakan rupiah adalah opsi yang dipilih regulator, maka pelemahannya tidak akan terlalu dalam.

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan inflase kini menjadi ancaman serius di 2022. Apalagi karena negara Eropa misalnya, merupakan belahan bumi yang terkenal dengan inflasinya yang rendah.

"Bukan hanya sifatnya temporer tapi ini sifatnya permanen. Artinya kita akan memasuki masa inflasi dua hingga tiga tahun ke depan," katanya.

Ia menyakini apa apa yang terjadi di negara maju, tinggal menunggu hitungan hari, untuk menyebar ke negara berkembang. Berdampak dua sisi, bukan hanya moneter tapi juga ke perdagangan.

Inflasi tinggi membuat harga barang di statu negara naik. RI bisa membelli dengan harga yang lebih mahal, misalnya pangan impor.

Apalagi produk pangan utama dunia bandaj berasal dari negara maju. Ini akan menjadi masalah mengingat RI akan memasuki Ramadhan dan Idul Fitri.

Next Page
Dampak ke RI
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular