
Gawat! Harga Minyak Mendidih Bisa Bikin RI Ambles

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia berada dalam tren kenaikan. Hal itu diprediksi terjadi karena ada beberapa penyebab. Diantaranya memanasnya geopolitik antara Rusia dan Ukraina, alasan lainnya karena negara-negara anggota OPEC masih kesulitan untuk menggenjot produksi minyak termasuk Amerika Serikat (AS) yang menahan stok produksinya.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha mengatakan, jika persoalan itu terus terjadi maka kenaikan harga minyak bakal berdampak pada membengkaknya defisit anggaran. Yang mana saat ini, kata Satya, Indonesia sendiri berada dalam posisi defisit produksi minyak.
"Bukan posisi bisa menikmati kelebihan produksi. Kalau defisit, tentunya faktor lebih banyak. Karena walaupun kita mengekspor, karena jenis growth tertentu, itu masih tidak tertutupi kebutuhan impor kita. Jadi masih negatif," ungkap dia kepada CNBC Indonesia, Senin (31/1/2022).
Ia menegaskan, kenaikan harga minyak dunia cukup menekan Indonesia. Ini berarti, penerimaan negara akan berkurang dengan adanya defisit tersebut. Yang tetunnya akan memberikan dampak terhadap faktor belanja negara.
"Sehingga itu mempengaruhi faktor belanja karena perubahan satu asumsi makro itu berubah, misalnya kemarin US$ 63 per barel lantas itu naik misalkan ternyata sampai US$ 80 walaupun sekarang di angka US$ 91 tapi kita tidak tahu averagenya di dalam 2022," jelas Satya.
Jangankan kenaikan yang tinggi, kata Satya, peningkatan harga minyak yang hanya US$ 1 dolar per barel saja dapat menimbulkan defisit triliunan rupiah kepada Indonesia. "Sehingga kalau misalkan melesat sampai US$ 10 dollar itu berdampak pada defisit terhadap anggaran kita cukup besar," lanjut dia.
Maklum, kata Satya, harga minyak dunia terjadi day by day namun tetap harus menjadi perhatian oleh pemerintah. Sehingga, atas terjadinya masalah geopolitik Ukraina dan Rusia sulitnta dunia mencari cadangan migas baru bisa memberikan posisi terhadap Indonesia atas minyak dunia ini.
"Dalam rangka mempertahankan produksi kita, misalkan kita melakukan pemangkasan perizinan, peraturan yang menghambat investasi, itu juga perlu didilakukan supaya investasi di sektor migas ini tetap atraktif. Sehigga bisa memenuhi, atau paling tidak mengurangi daripada impor migas kita," ungkap Satya.
Adapun Satya menyebutkan selama pandemi defisit anggaran telah mencapai 3%. Hal ini menurut dia, situasi yang tidak mudah bagi pemerintah Indonesia. "Yang bisa kita lakukan, kita maksimalkan sambil menunggu kondisi geopolitik dunia," kata Satya.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tanpa Perang Pun, RI Juga Kewalahan Hadapi Harga Minyak
