
Antisipasi Tsunami, BMKG Mulai Pantau Aktivitas Gunung Api

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat, sebelum gempa yang terjadi di 7.01 LS dan 105.26 BT atau 52 km barat daya Sumur, Banten, Jumat (14/1/2022). telah terjadi sebanyak 8 kali gempa bumi. Beberapa diantaranya bahkan menimbulkan tsunami.
Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, gempa yang terjadi adalah gempa tektonik dan juga akibat aktivitas gunung berapi.
Dalam catatan BMKG, pada 22 Desember 2018, terjadi gempa bumi yang disertai tsunami. Lalu, pada 2 Agustus 2019, Selat Sunda diguncang gempa magnitudo M7,4 yang merusak Banten dan disertai peringatan potensi tsunami.
Dwikorita menjelaskan, kedua gempa tersebut berbeda, yakni tektonik dan akibat aktivitas anak gunung Krakatau.
"Pada 22 Desember 2018, tsunami terjadi akibat aktivitas gunung api Anak Gunung Krakatau. Karena erupsi yang memicu adanya material masuk ke dalam laut. Pada saat itu, BMKG tidak mengeluarkan peringatan dini karena memang tidak memonitor aktivitas gunung api," kata Dwikorita saat jumpa pers virtual tentang Gempa Banten, Jumat (14/1/2022).
Sementara, pada 2 Agustus 2019, BMKG mengeluarkan peringatan dini potensi tsunami karena memang yang terjadi adalah gempa tektonik.
"Peralatan kami nggak dirancang memonitor aktivitas gunung api, sehingga sehingga kami tidak menangkap sinyal tsunami. Karena mekanismenya beda. Peralatan kami dirancang khusus memonitor gempa tektonik," kata dia.
Karena itu, lanjutnya, BMKG bekerjasama dengan lembaga pemantau aktivitas gunung api di Indonesia.
"Dari pengalaman gempa tersebut, kami mengajak lembaga yang memonitor gunung api bekerjasama. Kini peralatan kami sudah bisa memonitor aktivitas gunung api di dalam laut, di Selat Sunda. Untuk di wilayah lain belum karena belum ter-install, sehingga sistemnya belum terkoneksi ke sistem BMKG," kata Dwikorita.
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gempa Bumi M 5,2 Guncang Maluku Utara, Tak Berpotensi Tsunami
