Berapa Besaran Pungutan Batu Bara dari BLU? Ini Kata Kemenkeu

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Jumat, 14/01/2022 16:15 WIB
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berencana menerapkan pungutan atau iuran ekspor batu bara dari setiap perusahaan batu bara. Nantinya akan dibentuk Badan Layanan Umum (BLU) untuk memungut dan mengelola dana dari iuran ekspor batu bara tersebut.

Adapun tujuan dari rencana penerapan iuran ekspor batu bara ini disebutkan untuk menghindari konflik antara penambang batu bara dan PT PLN (Persero) terkait disparitas harga pasar dan harga batu bara khusus untuk kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/ DMO) yang dipatok maksimal US$ 70 per ton.

Dengan demikian, dalam praktiknya nanti PLN akan membeli batu bara sesuai harga pasar terlebih dahulu, lalu kemudian kelebihan pembayarannya akibat membeli di atas harga DMO US$ 70 per ton akan kembali dibayarkan dari dana yang terkumpul melalui iuran ekspor yang dikelola BLU.


Lantas, berapa besar nilai pungutan batu bara yang akan dikenakan kepada para pengusaha batu bara ini nantinya?

Plt Kepala Pusat Kebijakan APBN Kementerian Keuangan Wahyu Utomo mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang mengkaji opsi-opsi untuk menyelesaikan permasalahan DMO batu bara ke PLN.

Pemerintah juga masih melakukan hitungan/simulasi besaran tarif pungutan DMO produksi batu bara untuk menutup gap (selisih) harga pasar batu bara dan harga cap (batasan) DMO US$ 70 per ton.

"Dengan demikian, secara net PLN tetap akan membeli batu bara sebesar nominal cap sebelumnya (US$ 70 per ton, jika HBA Market> HBA Cap), sementara industri (produsen batu bara) menjual setara dengan market price dan selisih ditutup dari pungutan DMO produksi batu bara," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (14/01/2022).

Dia mengatakan, sejak awal 2021 tren harga batu bara mengalami peningkatan signifikan rata-rata US$ 121 per ton pada 2021, sehingga terjadi gap antara HBA market dengan HBA cap (US$ 70 per ton).

Imbasnya, hal ini mendorong perusahaan batu bara untuk meningkatkan ekspor, sehingga suplai batu bara kepada PLN untuk pemenuhan kebutuhan DMO kurang optimal.

"Kondisi ini apabila tidak dimitigasi, berpotensi pada risiko pemadaman skala besar yang dapat mengganggu tren pemulihan ekonomi," ujarnya.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah akan melakukan analisis mendalam dan cermat dalam menetapkan opsi kebijakan untuk pemenuhan DMO batu bara ke depannya.

"Pemerintah akan melakukan analisis mendalam dan cermat dalam menetapkan opsi kebijakan untuk pemenuhan DMO dengan mempertimbangkan ketahanan energi, keberlanjutan penguatan tren pemulihan ekonomi dan keberlanjutan fiskal," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan mengenai skema BLU untuk pungutan iuran ekspor batu bara.

Seperti diketahui, pembentukan BLU pungutan batu bara ini sebagai solusi jangka panjang pemerintah untuk mengatasi ancaman krisis batu bara di Tanah Air.

Arifin menjelaskan, konsep BLU batu bara persis seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada kelapa sawit yang mendukung pelaksanaan program mandatori Biodiesel 30% atau B30 pada Solar/diesel. Seperti diketahui, BPDPKS memungut dan mengelola dana hasil iuran ekspor kelapa sawit (CPO) dari para pengusaha.

"Konsep BLU ini me-refer yang sudah dilaksanakan di kelapa sawit oleh BPDPKS. Jadi, ada dana untuk bisa mendukung operasional B30 di sana," tuturnya dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (13/1/2022).

Sementara di batu bara, karena tidak semua perusahaan batu bara mematuhi kewajiban pemenuhan pasokan batu bara untuk kepentingan di dalam negeri (DMO) yakni 25% dari total produksi tahunan perusahaan, maka pemerintah akan menerapkan pungutan sekian dolar per ton dari produksi batu bara penambang.

Uangnya, lanjutnya, akan digunakan untuk menutup selisih antara harga pasar batu bara yang dibayar PT PLN (Persero) dengan harga patokan DMO US$ 70 per ton. Dana yang terkumpul tersebut menurutnya akan dikembalikan kepada PLN.

"Rencananya akan dikenakan kutipan berapa per ton dan dana kutipan akan dipakai untuk mendukung dana PLN untuk membiayai selisih harga pasar dan harga DMO," jelas Arifin.

Dengan demikian, lanjutnya, dalam praktiknya nanti PLN akan membeli batu bara dari produsen dengan harga pasar. Selisih dari harga DMO batu bara US$ 70 per ton dengan harga pasar tersebut, akan ditutupi dari dana pungutan BLU tersebut.

"PLN itu dalam hal ini diminta dulu untuk bisa membeli barang itu sesuai dengan market price. Nanti dana itu, selisihnya itu akan dikembalikan dari kutipan dari masing-masing perusahaan (batu bara)," ujar Arifin.

Dia menyebut, besaran pungutan iuran ekspor batu bara ini nantinya akan dibagi-bagi sesuai klasifikasi kandungan kalori yang diproduksi, sehingga setiap perusahaan bisa dikenakan besaran yang berbeda tergantung kalori batu bara yang dihasilkan.

"Perusahaan ini tentu saja ada klasifikasinya, yang low calorie akan dikenakan berapa per ton, dan high calorie berapa per ton. Jadi intinya semuanya dikenakan kewajiban itu. Nanti akan dibentuk Badan Layanan Umum untuk bisa mengelola dana ini," paparnya.

Berdasarkan dokumen yang diterima CNBC Indonesia, nilai pungutan ekspor batu bara ini akan dihitung berdasarkan:
1. Total volume DMO batu bara PLN dikalikan dengan harga pasar batu bara berdasarkan kalori yang biasa digunakan PLN 4.659 kcal/kg.
2. Total volume DMO batu bara PLN dikalikan dengan harga patokan atas DMO batu bara US$ 70 per ton.
3. Selisih kebutuhan yang harus dibantu melalui BLU tersebut, berarti perhitungan pada asumsi pembelian dengan harga pasar (no.1) dikurangi dengan pembelian menggunakan DMO (no.2).
4. Pungutan untuk perusahaan batu bara berasal dari selisih kebutuhan yang harus dibantu BLU (no.3) dibagi dengan jumlah produksi batu bara nasional dalam setahun, sehingga diperoleh lah besaran iuran ekspor per ton untuk setiap perusahaan batu bara.

Jadi dengan kata lain, usulan skema pungutan batu bara ini disebutkan untuk "dapat mensubsidi pembelian batu bara PLN di harga pasar."


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Bahlil Sindir Negara Eropa Beli Batu Bara ke Indonesia