Ratifikasi RCEP Ditarget Selesai Kuartal I-2022, Apa Isinya?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
31 December 2021 14:15
Infografis/Mengenal Perjanjian Dagang RCEP yang Katanya Untungkan China/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/Mengenal Perjanjian Dagang RCEP yang Katanya Untungkan China/Aristya Rahadian


Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menargetkan agar ratifikasi perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bisa diselesaikan pada Kuartal I-2021.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan RCEP merupakan perjanjian regional trading blok terbesar di dunia yang meliputi 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dunia, 27% perdagangan dunia, 29% dari foreign direct investment (FDI), dan 29% dari jumlah penduduk dunia.

RCEP juga mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2022 dan beberapa negara anggota ASEAN sudah meratifikasi, di antaranya Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Thailand, Singapura, dan Myanmar. Serta lima negara mitra lainnya yakni China, Jepang, Australia, New Zealand, dan Korea Selatan.

Sayangnya, Indonesia sebagai inisiator sekaligus ketua perundingan RCEP malah belum melakukan ratifikasi. Karena dalam tingkat parlemen, ratifikasi RCEP ini belum disahkan.

"Ratifikasi sedang diproses di parlemen dan di Komisi VI sudah selesai dan pembahasan selanjutnya tinggal disahkan di paripurna. Sehingga pada Kuartal I (2022) ini RCEP diharapkan sudah diratifikasi di Indonesia," jelas Airlangga dalam konferensi pers, Jumat (31/12/2021).

Airlangga menjelaskan, RCEP ini adalah konsolidasi lanjutan dari perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) ASEAN+1 di antaranya Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Negara-negara ASEAN+1 tersebut kemudian menjalin mitra dagang dengan China, Korea, China, Jepang, Australia, dan New Zealand.

"Dengan karakteristik modern dimana mencakup update dari kerjasama ASEAN+1 ini disesuaikan dengan situasi terkini dan melengkapi peraturan dari WTO (World Trade Organization)," ujar Airlangga.

Lebih lanjut Airlangga menjelaskan ini bersifat komprehensif, berkualitas tinggi dan saling menguntungkan. Yang terdiri dari 20 Bab, 17 Annex, dan 54 jadwal komitmen dengan total 14.367 halaman.

RCEP sendiri telah mulai ditandatangani pada 15 November 2020, dimana kesepakatannya berisi akses pasar yang terdiri dari perdagangan barang, perdagangan jasa, penanaman modal, dan pergerakan orang perseorangan.

Serta melingkupi kerjasama Usaha Kecil dan Menengah (UKM), dan kerjasama ekonomi dan teknis. "Kemudian dari sisi aturan, salah satunya yakni terkait kekayaan intelektual, dan persaingan usaha."

Secara rinci, isi perjanjian RCEP dalam lingkup aturan yakni, pemulihan perdagangan, ketentuan asal barang, kepabeanan dan fasilitas perdagangan, sanitari dan fitosanitari, standar perdagangan, kekayaan intelektual, persaingan usaha, e-commerce.

Serta juga terdapat aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah dan penyelesaian sengketa.

Implementasi perjanjian RCEP sendiri, kata Airlangga tidak dilakukan secara langsung, namun bertahap sesuai dengan kesepakatan. Pada tahap pertama atau 2022 pembebasan tarif bea masuk sebesar 65%.

Selanjutnya 10 tahun kemudian pembebasan tarif bea masuk ditingkatkan 15% menjadi 89%. Kemudian kembali ditingkatkan menjadi 87% selang 15 tahun berikutnya, hingga menjadi 92% pada 20 tahun berikutnya.

"Dengan RCEP ini Indonesia mempunyai akses pasar tambahan terutama ke China, Korea Selatan, dan Jepang yang selama ini tidak didapatkan dari perjanjian ASEAN+1," jelas Airlangga.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Belum Teken Perjanjian Dagang Internasional, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular