Jadi Inisiator, Kok Indonesia Belum Sepakati RCEP, Kenapa?

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
31 December 2021 13:50
Infografis/Mengenal Perjanjian Dagang RCEP yang Katanya Untungkan China/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/Mengenal Perjanjian Dagang RCEP yang Katanya Untungkan China/Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia sampai saat ini belum mengesahkan atau meratifikasi perjanjian perdagangan internasional dalam lingkup Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).

Padahal, Indonesia merupakan negara inisiator sekaligus ketua perundingan RCEP yang dipastikan akan berlaku pada 1 Januari 2022. Dengan belum ditekennya perjanjian RCEP itu, Indonesia berpotensi kehilangan kompetisi dari dari 12 negara lainnya yang telah meratifikasi RCEP.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan Indonesia belum meratifikasi RCEP ini karena belum disahkan pada tingkat parlemen, dalam hal ini Komisi VI DPR. Namun, ditargetkan bisa diimplementasikan pada Kuartal I-2022.

"Di Indonesia sendiri, Komisi VI telah menyepakati keputusan di tingkat komisi dan diharapkan di Kuartal I bisa dibawa ke rapat paripurna DPR sehingga di Kuartal I ini RCEP diharapkan bisa diratifikasi di Indonesia," jelas Airlangga dalam konferensi pers, Jumat (31/12/2021).

Dengan belum dilakukannya ratifikasi RCEP oleh Indonesia maka Indonesia, kata Airlangga, maka Indonesia akan tertinggal dari negara yang sudah melakukan ratifikasi.

Airlangga menyebut sejumlah negara dipastikan akan bisa mengikuti RCEP pada 1 Januari 2022, diantaranya yakni Brunei Darussalam, Kamboja, Laos, Thailand, Singapura, Myanmar dan lima negara mitra seperti China, Jepang, Australia, New Zealand, dan Korea Selatan.

"Konsekuensinya (bagi Indonesia) tidak berlaku 1 Januari 2022, tapi berlaku sesudah diratifikasi. Sesudah diratifikasi dan disahkan dalam sidang paripurna dan diundangkan oleh pemerintah," jelas Airlangga.

Artinya dalam hal ini, Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pasar baru dalam negara mitra RCEP.

Disahkannya undang-undang sebagai dasar hukum RCEP dibutuhkan agar pemerintah dapat melanjutkan aturan turunan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres) sekaligus naskah penjelasan RCEP sebagai syarat dari ratifikasi.

Perundingan RCEP telah dimulai sejak delapan tahun yang lalu dan menghabiskan 31 putaran. Tidak mudah bagi Indonesia dan para negara anggota untuk menyelesaikan perundingan karena adanya perbedaan dalam level pembangunan serta luasnya cakupan perjanjian sehingga sulit ditemukan titik keseimbangan.

Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR sebelum penutupan masa sidang atau ada Senin (13/12/2021) Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi juga telah meminta kepada Komisi VI DPR untuk segera melakukan ratifikasi RCEP.

"Pemerintah berharap agar persetujuan RCEP bisa melalui (pengesahan) undang-undang dengan sistem yang cepat sehingga bisa diimplementasikan pada awal tahun depan," kata Lutfi.

Sayangnya, hingga perjanjian RCEP ini akan berlaku awal tahun depan, Komisi VI DPR juga belum mengesahkan ratifikasi RCEP ini.


(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Belum Teken Perjanjian Dagang Internasional, Ada Apa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular