Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah kembali merencanakan penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin Premium (RON 88) pada 2022 mendatang. Namun nyatanya, sinyal penghapusan bensin Premium ini bukan baru kali ini saja, melainkan sudah sejak bertahun-tahun lalu.
Bermula dari keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghapuskan subsidi bensin Premium per 1 Januari 2015. Namun memang meski tak lagi merupakan produk subsidi, pemerintah masih memasukkan Premium dalam kategori Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) di mana PT Pertamina (Persero) masih ditugaskan untuk menjual BBM Premium ini di beberapa daerah. Pertamina pun diberikan kompensasi oleh pemerintah atas selisih harga jual dan harga keekonomian bensin Premium ini.
Kemudian, pada 2017 Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menerbitkan Peraturan Menteri LHK Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri LHK tersebut disebutkan bahwa:
Dalam hal reference fuel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak tersedia, pengujian emisi gas buang dilakukan dengan menggunakan bahan bakar minyak dengan spesifikasi:
a. cetus api (bensin) dengan parameter: RON minimal 91 (sembilan puluh satu), kandungan timbal (Pb) minimum tidak terdeteksi dan kandungan sulfur maksimal 50 (lima puluh) ppm;
b...
dan seterusnya sampai poin d.
Pada Pasal 8 pun disebutkan bahwa aturan baku mutu gas buang tersebut diterapkan paling lambat 1 tahun 6 bulan sejak aturan ini berlaku. Peraturan ini mulai berlaku sejak diundangkan pada 7 April 2017. Artinya, seharusnya peraturan ini berlaku sejak Oktober 2018.
Peraturan ini disahkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada 10 Maret 2017.
Peraturan Menteri LHK ini pula yang menjadi rujukan Pertamina untuk secara bertahap mengurangi bensin Premium di pasaran dan melakukan berbagai upaya untuk menciptakan transisi dari bensin Premium ke BBM yang lebih ramah lingkungan, baik Pertalite (RON 90) maupun RON 92 atau Pertamax.
Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati. Nicke mengatakan, rencana penghapusan BBM Premium tersebut akan dilakukan secara bertahap dengan sejumlah pertimbangan.
Nicke mengungkapkan rencana itu sesuai dengan ketentuan yang tertuang di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang.
"Ketentuan dari Ibu Menteri KLHK 2017, ini untuk mengurangi karbon emisi, maka direkomendasikan BBM yang dijual minimum RON 91," ungkap Nicke di Istana Wakil Presiden, seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (28/12/2021).
Menurutnya, kini kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM yang lebih berkualitas dan lebih ramah lingkungan semakin tinggi. Terlihat dari penyerapan bensin Premium oleh masyarakat yang semakin menurun dan emisi karbon yang bisa semakin ditekan.
"Kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM yang lebih ramah lingkungan ini meningkat. Selama Juni 2020 sampai dengan hari ini karbon emisi yang berhasil kita turunkan adalah 12 juta ton CO2 ekuivalen," tuturnya.
Tahapan berikutnya, sambung Nicke, perseroan tidak akan serta merta menghapus Pertalite. Namun, perseroan akan melanjutkan edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan BBM yang ramah lingkungan dan lebih baik untuk mesin.
"Pertalite masih ada di pasar tapi kami mendorong untuk menggunakan yang lebih baik atau Pertamax agar kita bisa berkontribusi terhadap penurunan karbon emisi," ujarnya.
Pemerintah dan Pertamina juga mengungkapkan akan mengurangi bensin Premium secara bertahap. Apa saja tahapannya? Simak di halaman berikutnya..
Pada Agustus lalu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif juga mengakui bahwa bensin Premium mulai dikurangi dan dihapus pelan-pelan dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).
Masyarakat pun didorong untuk mengkonsumsi BBM dengan RON yang lebih tinggi guna menekan emisi gas rumah kaca.
"Outlet penjualan Premium dikurangi pelan-pelan, terutama saat pandemi, crude jatuh, substitusi dengan Pertalite, tujuannya perbaiki kualitas BBM dan kurangi emisi gas rumah kaca karena kita masih masuk empat negara yang gunakan Premium," ungkap Arifin dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR RI, Kamis (26/08/2021).
Dia mengatakan, ke depan Indonesia harus beralih menuju energi bersih karena Indonesia bahkan sudah tertinggal dari Vietnam yang sudah menggunakan BBM berstandar Euro 4 dan akan masuk ke standar Euro 5, sementara Indonesia masih berstandar Euro 2.
Dalam bahan paparan Pertamina saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Rabu (01/07/2020), lalu juga disebutkan bahwa ada tiga tahapan yang dilakukan Pertamina hingga akhirnya Premium dihapus.
Pertama, pengurangan BBM RON 88 disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong konsumen menggunakan BBM RON 90.
Kedua, pengurangan BBM RON 88 dan 90 di SPBU disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong konsumen menggunakan BBM di atas RON 90.
Ketiga, simplifikasi produk yang dijual di SPBU hanya menjadi dua varian yakni BBM RON 91/92 dan BBM RON 95.
Untuk mendorong rencana tersebut, Pertamina juga menjalankan Program Langit Biru di mana memberikan harga khusus Pertalite setara dengan harga bensin Premium di sejumlah daerah mulai 5 Juli 2020. Bila harga Pertalite di Jawa, Madura, dan Bali dibanderol Rp 7.650 per liter, maka dengan program khusus ini, harga bensin Pertalite ditetapkan seharga Premium yakni Rp 6.450 per liter dan akan dinaikkan secara bertahap.
Program ini mulanya dilakukan uji coba di Denpasar, namun setelah berkembang hingga beberapa daerah di Pulau Jawa, termasuk Jabodetabek, dan juga telah merambah ke luar Jawa dan Bali.
Berdasarkan data PT Pertamina (Persero), pada Oktober 2021 porsi penjualan bensin Premium hanya tinggal 2% dari total penjualan BBM perseroan.
Adapun kontribusi terbesar yakni Pertalite dengan porsi sebesar 50%, kemudian disusul gasoil (diesel/Solar) sebesar 33%, kemudian Pertamax (RON 92) 13%, dan Pertamax Turbo 1%.
Begitu juga bila dibandingkan dengan kuota Premium pada 2021 ini. Penyerapan Premium masih sangat rendah bila dibandingkan kuota yang telah ditetapkan tahun ini.
Berdasarkan data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), penyerapan bensin Premium selama Januari hingga November 2021 sebesar 3,41 juta kilo liter (kl) atau hanya sekitar 34,15% dari kuota Premium pada tahun ini sebesar 10 juta kl.
Adapun proyeksi sampai akhir tahun diperkirakan hanya bertambah sekitar 248 kl. Dengan demikian proyeksi konsumsi bensin Premium oleh masyarakat sepanjang tahun ini juga diproyeksi hanya sekitar 34,15% dari kuota 10 juta kl tahun ini.
Berdasarkan data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2020 yang dirilis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terlihat penyerapan BBM RON 88 atau Premium sejak 2015 oleh masyarakat terus menurun dibandingkan 2014 dan tahun-tahun sebelumnya.
Berikut data penyerapan BBM Premium per tahun:
2014: 29.707.002 kilo liter (kl).
2015: 28.107.022 kl.
2016: 21.679.698 kl.
2017: 12.492.553 kl.
2018: 10.754.461 kl.
2019: 11.685.293 kl.
2020: 8.640.647 kl.
2021: 3.415.440 kl (estimasi sampai akhir Desember 2021).
Sinyal bakal dihapusnya bensin Premium juga sudah terlihat ketika bensin Pertalite mulai menyaingi Premium, tepatnya pada 2017 lalu.
Pertalite memang sengaja diluncurkan Pertamina agar masyarakat beralih dari konsumsi Premium di mana nilai oktan masih rendah dan sudah sangat jarang dikonsumsi dunia ke BBM yang lebih ramah lingkungan. Pertalite memiliki nilai oktan lebih tinggi yakni RON 90 dan harganya pun tidak berbeda jauh dari Premium, namun masih lebih murah dibandingkan Pertamax (RON 92).
Peluncuran Pertalite pada 2015 juga dilakukan bertepatan saat pemerintah memutuskan untuk tak lagi memberikan subsidi bensin Premium mulai awal 2015.
Baru dua tahun sejak produk Pertalite ini diluncurkan, terlihat bahwa Pertalite mampu menyaingi penyerapan bensin Premium. Berikut data penyerapan bensin Pertalite sejak 2015, mengutip data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2020:
Pertalite:
2015: 379.959 kl
2016: 5.805.228 kl
2017: 14.487.098 kl
2018: 17.706.790 kl
2019: 19.411.105 kl
2020: 18.130759 kl.
Sementara penyerapan bensin Premium terlihat terus menurun sejak 2017, bahkan lebih rendah daripada penyerapan bensin Pertalite, berikut datanya:
Premium:
2015: 28.107.022 kl
2016: 21.679.698 kl
2017: 12.492.553 kl
2018: 10.754.461 kl
2019: 11.685.293 kl
2020: 8.640.647 kl.