
Bandara Sepi di Mana-Mana, Operator Bandara Mulai Goyang!

Jakarta, CNBC Indonesia - Mobilitas masyarakat harus terbatasi karena adanya pengetatan pergerakan selama pandemi, meski saat ini sudah menuju arah pemulihan. Imbasnya pusat kegiatan seperti bandara masih sepi dari penumpang. Dampak berantainya ternyata selama pandemi hampir 2 tahun ini berimbas pada keungan para pengelola bandara seperti BUMN bandara.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat secara kumulatif selama Januari - Oktober 2021, jumlah penumpang domestik sebanyak 22,6 juta masih turun 12,38% dibandingkan tahun periode sama tahun 2020. Sementara sebelum pandemi angka penumpang pesawat mencapai 63 juta penumpang untuk periode yang sama.
Kabar terbaru bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) juga menambah deretan bandara sepi dari penumpang, meski kondisinya tidak separah Bandara Internasional Jawa Barat (Kertajati) dan bandara JB Soedirman di Purbalingga.
Bandara itu, hanya mencatatkan 1.214.531 pergerakan orang periode Januari - November atau sekitar 10% dari target penumpang pertahun mencapai 10 juta orang. Meski trennya sudah mulai naik dari 2020 lalu yang hanya mencatatkan 996.681 pergerakan penumpang.
Hal ini turut menekan keuangan Angkasa Pura I selaku pengelola bandara NYIA. Manajemen menjelaskan kondisi sepinya operasional bandara-bandara, dan kegiatan pengembangan bandara menjadi penyebab perseroan menanggung beban utang yang mencapai US$ 35 triliun dan kerugian Rp 200 miliar.
Pengamat Penerbangan Alvin Lie melihat, sektor transportasi sudah kolaps semenjak dua tahun terakhir. Meski utangnya menggunung jika melihat laporan keuangan AP I banyak juga piutang perusahaan BUMN ini.
"Itu piutang AP I dan AP II menggunung dari airlines banyak utang ke mereka. Kemudian kerugiannya sekitar Rp 200 miliar per bulan itu di seluruh bandara yang dikelola AP I," katanya kepada CNBC Indonesia, Rabu (8/12/2021).
Dia menilai angka kerugian itu wajar pada kondisi saat ini. Karena ada ongkos yang harus dikeluarkan tiap bulan termasuk fasilitas penerbangan, fasilitas rescue seperti pemadam kebakaran, keamanan, kebersihan, listrik.
"Satu-satunya jalan ya mereka melakukan efisiensi. Seperti kurangi AC dan lain lain," katanya.
Belum lagi penghasilan utama bandara yakni dari penghasilan Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) atau Passenger Service Charge (PSC) , yang dibayarkan tiap penumpang turun. Belum lagi tempat sewa ritel dan pelayanan dari maskapai penerbangan juga turun.
"Kalau pun pendapatan PSC turun, yang menjadi penghasilan utama bandara tidak semerta-merta bandara bisa tutup langsung itu tetap harus berjalan. Bisnis bandara ya seperti itu," jelasnya.
Selain itu Alvin melihat penerbangan juga sudah mulai menunjukkan perbaikan. Dimana bulan Oktober - November mengalami peningkatan yang sehat meski masih separuhnya angka penumpang pada 2019 dan 2018.
Belum lagi ada kekhawatiran ledakan ketiga dan masuknya virus omicron. Jika bisa dicegah tentu pertumbuhan sektor penerbangan bisa terwujud.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Berat! Angkasa Pura I Terlilit Gunungan Utang Rp 35 T Nih..