Gak Punah, Batu Bara Masih Akan Exist Walau Ada Netral Karbon

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
26 November 2021 20:45
Pekerja membersihkan sisa-sisa batu bara yang berada di luar kapal tongkang pada saat bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemerintah Indonesia berambisi untuk mengurangi besar-besaran konsumsi batu bara di dalam negeri, bahkan tak mustahil bila meninggalkannya sama sekali. Hal ini tak lain demi mencapai target netral karbon pada 2060 atau lebih cepat, seperti yang dikampanyekan banyak negara di dunia. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memiliki target netral karbon pada 2060 mendatang atau lebih cepat. Namun, meski netral karbon sudah tercapai, energi fosil tidak akan punah karena masih akan tetap dipakai walau jumlahnya berkurang.

Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim mengatakan, rasio energi primer untuk kelistrikan akan naik dari 33% pada 2020 menjadi 80% saat netral karbon tercapai.

Sementara dari sisi konsumsi energi fosil terjadi penurunan saat masa transisi dari mulanya 90% pada 2020 menjadi hanya 10-15% saat netral karbon tercapai pada 2060. Artinya, tetap masih akan ada penggunaan energi fosil meski persentasenya kecil.

"Bauran energi fosil menurun (transisi) dari 90% tahun 2020 menjadi sekitar 10-15% saat net zero emission tercapai," ungkapnya dalam acara The 10th Indonesia EBTKE ConEx 2021, Jumat (26/11/2021).

Dia menyebut, saat netral karbon tercapai, maka energi fosil masih akan digunakan sekitar 100 MTOE di mana emisinya diasumsikan bakal diserap oleh 15-20 juta hektar hutan.

"Ketika net zero emisi tercapai, FOLU (Forest and Other Land Uses) akan menyerap emisi CO2 sekitar 300 juta ton," lanjutnya.

Ongkos produksi listrik dari batu bara selama ini masih lebih murah dari EBT. Bila PLTU dihentikan, dan berganti pada listrik berbasis EBT, maka akan ada risiko tambahan biaya karena harga listrik EBT lebih mahal dibandingkan listrik batu bara.

Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti terkait rencana transisi energi ini agar jangan sampai justru membebankan negara maupun rakyat.

Saat membuka The 10th Indonesia EBTKE ConEx 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/11/2021), Jokowi menyampaikan dalam acara G20 maupun COP26 di Glasgow pada akhir Oktober-awal November lalu, pembicaraan yang ada hanya berkutat pada bagaimana skenario global dalam bertransisi.

Pembicaraan yang sama menurutnya juga sudah dibahas tahun sebelumnya dan belum juga ditemukan jalan keluarnya, termasuk solusi pendanaan untuk transisi energi di negara berkembang. Pembicaraan seperti itu menurutnya terus saja terulang setiap tahunnya.

"Pada saat kita di G20, maupun di COP26 di Glasgow, kita hanya berkutat berbicara mengenai bagaimana skenario global masuk ke transisi energi. Tahun lalu seperti yang sudah masuk ke tema ini tapi juga belum ketemu jurusnya, skema seperti apa," ungkapnya Senin (22/11/2021).

"Tahun ini dibicarakan lagi dan skemanya belum ketemu. Dijanjikan US$ 100 miliar tetapi keluarnya dari mana juga belum ketemu," imbuhnya.

Jokowi mengaku sempat ditanya oleh PM Inggris Boris Johnson terkait mengapa target netral karbon atau net zero emission Indonesia masih pada 2060, apakah tidak bisa lebih maju? Karena menurut PM Inggris tersebut, negara lain bisa menargetkan pada 2050.

"Ya gapapa yang lain, kalau hanya ngomong saja saya juga bisa saya sampaikan. Di roadmap-nya seperti apa, peta jalannya seperti apa?" tuturnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 19 Negara Setop Danai Minyak-Batu Bara, Gimana Efeknya ke RI?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular