Batu Bara Diramal Masih Jadi Primadona Hingga 2040

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
26 November 2021 19:07
Pekerja membersihkan sisa-sisa batu bara yang berada di luar kapal tongkang pada saat bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). Pemerintah Indonesia berambisi untuk mengurangi besar-besaran konsumsi batu bara di dalam negeri, bahkan tak mustahil bila meninggalkannya sama sekali. Hal ini tak lain demi mencapai target netral karbon pada 2060 atau lebih cepat, seperti yang dikampanyekan banyak negara di dunia. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Aktivitas Bongkar Muat Batu Bara di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (22/11/2021). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Batu bara sebagai sumber energi diperkirakan masih akan menjadi primadona hingga 2040 mendatang. Hal ini disampaikan oleh Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Herman Darnel Ibrahim.

Dalam acara The 10th Indonesia EBTKE ConEx 2021, Jumat (26/11/2021), dia mengatakan bahwa puncak dari pemakaian energi fosil diperkirakan akan terjadi pada 2040 mendatang. Hingga tahun 2040 mendatang, pemakaian energi fosil masih akan terus bertumbuh.

Setelah tahun 2040, lanjutnya, pemakaian batu bara mulai dikurangi, dan penggunaan energi terbarukan akan mengalami peningkatan. Namun demikian, menurutnya ini tidak mudah untuk mencapainya.

"Puncak emisi akan terjadi di 2040, fosil maksimum 245 MTOE. Nanti turun sampai menjadi 100 MTOE," ungkapnya.

Setelah tahun 2040, lanjutnya, sebagian konsumsi energi dari fosil akan digantikan atau dipasok dari Energi Baru Terbarukan (EBT).

"Pengurangan energi fosil batu bara akan terjadi setelah tahun 2040," lanjutnya.

Berdasarkan data yang dia paparkan, pada 2050 suplai energi dari fosil akan mulai turun menjadi 186 MTOE dan EBT sebesar 435 MTOE. Porsi EBT terus meningkat hingga pada 2060 mencapai 600 MTOE dan fosil menjadi 100 MTOE.

Sebelumnya, pemerintah menyampaikan memiliki target ambisius untuk memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara. Pemerintah menargetkan sebesar 5,52 Giga Watt (GW) hingga 9,2 GW PLTU akan dihentikan lebih awal sebelum 2030.

Hal ini disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam rangkaian KTT Iklim COP 26 di Glasgow, Skotlandia.

Target ini jauh lebih tinggi dibandingkan rencana PT PLN (Persero) mempensiunkan 1 GW hingga 2030.

Jika benar RI mau mempensiunkan PLTU lebih dini dan lebih besar sebelum 2030, lantas pembangkit apa yang akan menjadi penggantinya? Apakah penggantinya sudah siap?

Mantan Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Tumiran berpandangan bahwa pemikiran untuk mempercepat pemensiunan PLTU batu bara belum tentu tepat. Menurutnya, perlu kajian yang komprehensif.

Pasalnya, bila PLTU dipensiunkan, yang menjadi pertanyaan adalah apakah pembangkit listrik lainnya, terutama pembangkit EBT yang selama ini digadangkan jadi pengganti PLTU, mampu menggantikan posisi PLTU yang bisa memasok listrik dalam jumlah besar dan terus menerus.

"Saya berpendapat sebenarnya pemikiran percepatan pensiunkan PLTU belum tentu tepat, harus ada kajian komprehensif," tutur pengamat energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) ini kepada CNBC Indonesia, Senin (08/11/2021).

"Kalau di Jawa pakai pembangkit EBT, pembangkit apa yang bisa masuk di Jawa dan bisa continues, panas bumi gak banyak lagi di Jawa dan pembangkit hidro di Jawa juga terbatas," lanjutnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gak Punah, Batu Bara Masih Akan Exist Walau Ada Netral Karbon

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular