Mimpi Buruk Batu Bara, Ratusan Ribu Warga RI Bisa Nganggur!

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
22 November 2021 09:25
Aktivitas bongkar muat batubara di Terminal  Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara, Senin (19/10/2020). Dalam satu kali bongkar muat ada 7300 ton  yang di angkut dari kapal tongkang yang berasal dari Sungai Puting, Banjarmasin, Kalimantan. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)  

Aktivitas dalam negeri di Pelabuhan Tanjung Priok terus berjalan meskipun pemerintan telah mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB) transisi secara ketat di DKI Jakarta untuk mempercepat penanganan wabah virus Covid-19. 

Pantauan CNBC Indonesia ada sekitar 55 truk yang hilir mudik mengangkut batubara ini dari kapal tongkang. 

Batubara yang diangkut truk akan dikirim ke berbagai daerah terutama ke Gunung Putri, Bogor. 

Ada 20 pekerja yang melakukan bongkar muat dan pengerjaannya selama 35 jam untuk memindahkan batubara ke truk. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu bara di Terminal Tanjung Priok TO 1, Jakarta Utara. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah Indonesia berambisi untuk mengurangi besar-besaran konsumsi batu bara di dalam negeri, bahkan tak mustahil bila meninggalkannya sama sekali. Hal ini tak lain demi mencapai target netral karbon pada 2060 atau lebih cepat, seperti yang dikampanyekan banyak negara di dunia.

Namun, rencana meninggalkan batu bara ini perlu diperhatikan kembali, termasuk risiko yang menyertainya. Pasalnya, bila industri batu bara juga dihentikan total, maka akan berisiko pada ratusan ribu orang kehilangan pekerjaan.

Perlu diketahui, batu bara merupakan komoditas andalan RI saat ini. Bahkan, pada 2020 Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Tak ayal bila industri ini menyerap banyak tenaga kerja.

Industri batu bara telah menyerap tenaga kerja hingga 150 ribu pada 2019 lalu. Hal tersebut tertuang dalam data Booklet Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2020.

"Industri batu bara menyerap tenaga kerja hingga 150.000 pada tahun 2019. Komposisi tenaga kerja asing sebanyak 0,1%," tulis Booklet Batu Bara Kementerian ESDM 2020 tersebut.

Jumlah tenaga kerja tersebut bahkan belum termasuk penyerapan tenaga kerja di bidang operasional PLTU. Bila dimasukkan dengan tenaga kerja di PLTU, maka artinya jumlah tenaga kerja yang harus kehilangan pekerjaan menjadi lebih besar lagi.

Bila pemerintah sepenuhnya menghentikan penggunaan PLTU maupun produksi batu bara, maka artinya harus siap-siap membuka lapangan kerja baru untuk ratusan ribu tenaga kerja RI yang saat ini bekerja di industri pertambangan batu bara.

Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (15/11/2021), mengatakan bahwa pemerintah berencana mengurangi 5,52 GW PLTU sampai 2030, terdiri dari pengurangan PLTU Jawa - Bali sebesar 3,95 GW dan Sumatera sebesar 1,57 GW.

"Kami rencanakan early retirement PLTU batu bara, Jawa-Bali phase out 3,95 GW dan Sumatera phase out 1,57 GW sampai 2030," ungkapnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (15/11/2021).

Dia menjelaskan, pihaknya membuat peta jalan menuju netral karbon agar mempercepat pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dan transisi energi menggantikan PLTU yang dipensiunkan tersebut.

Sebelumnya, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menuturkan bahwa konsumsi batu bara nasional diperkirakan akan berkurang 175-190 juta ton per tahun atau setara dengan pengurangan pendapatan sebesar Rp 25 triliun per tahun bila PLTU dihentikan sama sekali.

Oleh karena itu, menurutnya pemerintah dinilai harus memacu hilirisasi batu bara untuk menggantikan hilangnya pasar.

"Sampai 2060 diperkirakan pemakaian batu bara akan berkurang sebesar 175-190 juta ton atau sekitar Rp 25 triliun. Pemerintah harus memacu tumbuhnya hilirisasi batu bara," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (11/11/2021).

Dia menjelaskan, konsumsi batu bara dalam negeri secara global masih kecil. Berdasarkan data BP Statistical Review 2021, konsumsi batu bara Indonesia baru sekitar 2,2% dari total porsi konsumsi batu bara dunia, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan China yang memiliki porsi 54,3%, India 11,6%, dan USA 6,1%.

"Indonesia masih jauh lebih rendah pemakaian batu baranya," ujarnya.

Sebagai pengganti kehilangan pendapatan dari sektor batu bara ini, maka menurutnya pemerintah harus mencari alternatif pengganti sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari industri lainnya untuk mendukung pembangunan nasional.

"Ini juga akan berdampak kepada pengurangan lapangan kerja, baik tenaga kerja langsung atau tidak langsung, dari pertambangan batu bara. Ini harus dicarikan jalan keluarnya," imbuhnya.

Muhammad Wafid, Direktur Penerimaan Mineral dan Batu Bara Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian ESDM mengatakan PNBP di sektor pertambangan didominasi oleh batu bara, yakni sekitar 75-80% PNBP sektor pertambangan minerba berasal dari batu bara.

"Insya Allah bisa (PNBP melebihi target), batu baranya kira-kira 75-80% dari total PNBP," paparnya.

Tahun ini PNBP pertambangan mineral dan batu bara telah mencapai rekor tertinggi setidaknya dalam 10 tahun terakhir. Hingga 11 November 2021, PNBP Minerba, berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, tercatat mencapai Rp 59,62 triliun. Jumlah ini setara dengan 152% dari target yang ditetapkan pada awal tahun sebesar Rp 39,10 triliun.

Adapun target produksi batu bara nasional pada 2021 ini sebesar 625 juta ton, dengan penyerapan domestik ditargetkan sebesar 137,5 juta ton.

Pada 2020 lalu Indonesia memproduksi sekitar 558 juta ton batu bara, di mana konsumsi batu bara di dalam negeri hanya mencapai sekitar 132 juta ton. Ini artinya, konsumsi batu bara untuk kepentingan domestik sekitar 24% dari total produksi batu bara nasional.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Poin-Poin Usulan RI untuk Capai Target Ambisius Netral Karbon

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular