Ini Sederet Kendala Dalam Program Konservasi Air di Jateng
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam sinergitasnya, Coca-Cola Foundation Indonesia melek akan keadaan konservasi air, khususnya di daerah Jawa Tengah. Baru-baru ini, perusahaan ini membangun 3 embung di pulau Jawa, yakni Embung Doho Kecamatan Girimarto Kabupaten Wonogiri, Embung Anggramanis Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah, dan Embung Grigak Girikarto, Panggang, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Ketua Pelaksana Coca-Cola Foundation Indonesia, Triyono Prijosoesilo, mengatakan, pemilihan pembangunan embung di Jawa berdasarkan dari jumlah penduduknya yang cukup banyak, serta Coca-Cola yang memiliki fasilitas produksi di Jawa Tengah.
"Jadi tentunya kami sebagai warga Jawa Tengah juga berusaha berpikir bagaimana kita bisa membantu teman-teman di Jawa Tengah dan mungkin kami bisa berperan. Di situlah kita lihat potensinya dari situ bagaimana kita melihat dampak dari satu program ini, apakah bisa memberikan manfaat kepada masyarakat, sehingga di situlah kemudian kita berdiskusi dengan dengan masyarakat sekitar bagaimana kalau kita bikin program misalnya seperti Embung ataupun sumur resapan," ujar Tri dalam acara Webinar Konservasi Air dan Ekonomi Jawa bersama Coca-Cola Foundation Indonesia, Kamis (4/11/2021).
Tri menambahkan, pemilihan lokasi ini juga melihat ketepatan dari sisi kondisi, di mana lokasi tersebut masyarakatnya paling membutuhkan air dan bisa menerima serta mendukung Pemerintah lokal. Embung ini juga diharapkan dapat dimanfaatkan dan dikelola, sehingga manfaatnya bisa tetap terasa bertahun-tahun kemudian.
Dalam pembangunan embung ini, Tri menuturkan pihaknya pasti mengalami kendala. Salah satunya yakni kendala pembebasan lahan. Untungnya, Coca-Cola berkomitmen untuk tidak membeli lahan atau tanah karena sebelumnya pihaknya sudah bekerja sama dan berdiskusi dengan masyarakat sekitar untuk embung ini dapat bermanfaat dan seluruh pihak dapat mengakomodir program ini dengan baik.
"Jadi beberapa lokasi lahan itu sebenarnya adalah lahannya desa yang dikuasai oleh desa, dan dengan kesepakatan masyarakat bahwa tanah itu nanti akan dibangunkan Embung, dan di situlah peran kami untuk masuk bekerja sama dan minta alasan untuk dapat membangun bersama-sama," tambah Tri.
Selain itu, Tri menuturkan, di musim kemarau, masyarakat akan memiliki kesepakatan pengelolaan air hujan yang terkumpul. Umumnya, air tersebut dimanfaatkan untuk keperluan pertanian, namun bukan kebutuhan pertanian intensif air, seperti tani palawija, buah-buahan, dan sebagainya.
"Beberapa embung itu malah menjadi sekarang tempat berkumpulnya orang-orang di sore hari atau pada saat Sabtu atau Minggu sehingga menjadi objek wisata juga dan ini mau nggak mau pendapatan yang diperoleh masyarakat sekitar sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat," tutur Tri.
Sejalan dengan Tri, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, pembebasan lahan untuk konservasi air memang menjadi kendala. Menurutnya, kesadaran masyarakat masih perlu untuk ditingkatkan terkait embung.
"Yang kedua, ada beberapa oknum yang di sini saya sampaikan yang biasanya menakut-nakuti kepada warga di sekitar. Untuk menerangkan seperti itu kita butuh pendekatan-pendekatan, kita butuh kepada beberapa ahli datang sama dengan tokoh masyarakat untuk menjelaskan yang bagaimana dampak yang dirasakan," tambah Gus Yasin.
Lebih lanjut, ia menuturkan ada juga oknum-oknum yang membuat sebuah wacana bahwa sebuah proyek dari pemerintah biasanya proyek yang memiliki banyak uang, sehingga apapun akan dibeli.
"Alhamdulillah kami bekerjasama dengan Pemerintah pusat, dengan tokoh masyarakat, kita bersinergi, kita jelaskan bersama-sama manfaatnya tadi kalau ini sudah terbangun manfaatnya apa. Alhamdulillah saat ini sampai sekarang masyarakat sudah mulai sadar dengan perlunya bendungan yang dibuat oleh pemerintah maupun swasta," pungkas Gus Yasin.
(dob/dob)