Internasional

Awas China 'Diserang' Stagflasi, Tanda-tandanya Makin Ngeri

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
01 November 2021 16:30
In this Jan. 17, 2019, photo, women take a selfie as others tour at the Yu Garden decorated with pig statues for Lunar New Year in Shanghai. China’s 2018 economic growth fell to a three-decade low as activity cooled amid a tariff war with Washington. (Chinatopix via AP)
Foto: wanita mengambil selfie saat tur lain di Yu Garden dihiasi dengan patung babi untuk Tahun Baru Imlek di Shanghai. Pertumbuhan ekonomi China 2018 jatuh ke level terendah tiga dekade saat aktivitas mereda di tengah perang tarif dengan Washington. (Chinatopix via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tanda-tanda stagflasi makin terlihat di China. Harga barang di negeri itu terus naik sementara data manufaktur menunjukkan produksi melambat.

Dalam sebuah survei resmi yang dirilis Minggu (31/10/2021), aktivitas pabrik China berkontraksi lebih dari yang diramalkan pada Oktober atau menyusut kembali untuk kedua kalinya. Sementara Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur resmi berada di 49,2 di bulan yang sama, turun di bawah 50, yang artinya melambatnya investasi.

"Sinyal-sinyal ini mengonfirmasi bahwa ekonomi China kemungkinan sudah mengalami stagflasi," kata Kepala Ekonom Pinpoint Asset Management Zhang Zhiwei dikutip dari CNBC International, Senin (1/11/2021).

Stagflasi adalah istilah yang pertama kali digunakan politisi Inggris, Macleod, di tengah ekonomi yang mengalami tekanan kala itu. Ini mengindikasikan momen ketika perekonomian secara bersamaan mengalami aktivitas stagnan dan kenaikan inflasi.

Fenomena ini digunakan juga tahun 1970-an di AS. Kala itu terjadi krisis bahan bakar saat AS mengalami pertumbuhan negatif selama lima kuartal berturut-turut.

"Pertanda yang mengkhawatirkan adalah pergerakan inflasi dari harga input ke harga output. Inflasi harga input mengalami kenaikan selama berbulan-bulan saat ini, itu didorong oleh kenaikan harga komoditas," kata Zhang lagi.

"Tapi lonjakan indeks harga output di bulan Oktober mengkhawatirkan."

Hal yang sama juga dikatakan Kepala Ekonom China di ANZ, Raymound Yeung. Itu, kata dia, dapat dengan jelas terlihat.

"Kita dengan jelas dapat melihat ... stagflasi industri di China karena indeks output yang menguat dan pada saat yang sama terjadi peningkatan yang kuat dalam indeks harga. Jadi, sektor industri jelas berada dalam situasi yang sangat sulit," katanya.

Output pabrik tertahan oleh krisis energi yang menyebabkan berkurangnya pasokan listrik. Belum lagi minimnya bahan pasokan dan biaya input yang tinggi.

"Ini mengakibatkan perusahaan harus mengurangi persediaan mereka lebih jauh dan menghadapi waktu pengiriman yang lebih lama. Lebih khusus lagi, kekurangan ini dan kenaikan harga bahan baku mendorong harga output yang lebih tinggi," kata Asisten Ekonom Capital Economics, Sheana Yue.


(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Buruk, 'Stagflasi' Bakal Serang China

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular