
Kacau Dunia Persilatan! Para 'Raksasa' Lemah-Letih-Lesu...

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat (AS) negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia baru saja melaporkan data produk domestik bruto (PDB) kuartal III-2021. Hasilnya, seperti yang diperkirakan para ekonom mengalami pelambatan yang signifikan.
Sebelum Amerika Serikat, China sang raksasa perekonomian nomer dua di dunia juga mengecewakan. Potret suram perekonomian dunia pun kembali muncul.
Departemen Perdagangan AS pada Kamis lalu melaporkan produk domestik bruto (PDB) AS hanya tumbuh 2% di kuartal III-2021, melambat dari kuartal sebelumnya 6,7% serta lebih rendah dari hasil survei Reuters yang memprediksi pertumbuhan 2,8%.
"Secara keseluruhan ini adalah kekecewaan yang besar, mengingat konsensus di awal Juli menunjukkan PDB bisa tumbuh 7%, dan skenario terburuk kami 3,5%, itu bahkan masih jauh lebih tinggi dari realisasi," kata Paul Ashworht, kepala ekonom di Capital Economics, sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (28/10).
Para ekonom menyoroti tersendatnya supply sebagai biang keladi pelambatan ekonomi AS. Jika masalah supply bisa teratasi, perekonomian Negeri Paman Sam diperkirakan bisa membaik.
"Pelambatan ekonomi terjadi akibat terganggunya supply. Secara fundamental perekonomian masih kuat, dan saya tidak melihat apa yang terjadi di kuartal III-2021 merefleksikan arah perekonomian," kata Joseph LaVorgna, kepala ekonom di Naxitis, sebagaimana diwartakan CNBC International.
Sementara itu pada 17 Oktober lalu, Biro Statistik China melaporkan PDB pada periode Juli-September tumbuh 4.9%, melambat signfikan dari kuartal II-2021 sebesar 7,9%, dan di bawah hasil polling para ekonom yang dikumpulkan Reuters sebesar 5,2%.
Pelambatan ekonomi yang menerpa China membuat bank-bank investasi menurunkan proyeksinya untuk satu tahun penuh.
CNBC International merangkum perkiraan untuk PDB China untuk tahun 2021. dari 13 bank besar, 10 di antaranya telah memangkas perkiraan mereka sejak Agustus. Median prediksi PDB China untuk tahun ini kini berada di 8,2%, turun dari sebelumnya 0,3%.
Di saat pertumbuhan ekonomi melambat, inflasi justru semakin menanjak. Sehingga risiko stagflasi semakin nyata.
Kemarin, Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi PCE tumbuh 4,4% year-on-year (YoY) di bulan September, menjadi yang tertinggi sejak tahun 1991, dan naik dari bulan sebelumnya 4,3% YoY.
Kemudian inflasi inti PCE tumbuh 3,6% YoY, sama dengan pertumbuhan bulan Agustus, tetapi juga berada di level tertinggi dalam 30 tahun terakhir.
Tidak hanya di Amerika Serikat, inflasi tinggi juga melanda di berbagai negara, alhasil para bank sentral diperkirakan terpaksa menaikkan suku bunga di tahun depan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Suku Bunga Dinaikkan, Perekonomian Bisa Makin Melambat