
Indonesia Dorong Industri Minyak Nabati Capai SDGs 2030

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar, menyoroti tantangan yang dihadapi oleh industri minyak nabati, baik untuk saat ini maupun di masa akan datang. Hal ini dalam menghadapi peningkatan permintaan terhadap minyak nabati yang cukup tajam.
Dia menegaskan, pentingnya membentuk platform bersama untuk melakukan dialog dan pertukaran pandangan guna mengatasi berbagai tantangan tersebut. Indonesia pun telah membentuk kelompok kerja minyak nabati di tingkat ASEAN-UE dan diskusi telah dilakukan di beberapa forum yang mencakup standar minyak nabati.
"Jika kita benar-benar peduli terhadap lingkungan, seluruh agenda dan kepentingan sektoral perlu dikesampingkan dan fokus pada kesatuan tujuan sehingga kita dapat mencapai kemajuan yang berarti," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (25/10/2021).
Dia menambahkan, ada beberapa penolakan terhadap inisiatif tersebut, yang disebabkan oleh persaingan kepentingan dalam sektor minyak nabati, yang telah mengakibatkan instrumen perdagangan dipanggil serta kasus penyelesaian sengketa di WTO.
"Sementara pemerintah dapat bertindak sebagai katalis, keberhasilan bergantung pada partisipasi sektor swasta serta pihak berkepentingan lainnya, termasuk akademisi dan peneliti," kata Mahendra.
Hal ini dipaparkan dalam webinar 'Peran Industri Minyak Nabati dalam Pencapaian SDGs 2030' yang memfokuskan pada hasil penelitian bersama Universitas Jambi, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Göttingen University (Jerman).
Diketahui, dalam penelitian itu ditemukan keterkaitan antara peran industri minyak nabati dalam menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang muncul dalam upaya mencapai SDGs.
Hasil penelitian menyoroti kontribusi minyak nabati yang lebih besar dalam memenuhi tujuan ekonomi dan sosial di negara-negara berkembang di mana sektor pertanian berkontribusi signifikan terhadap PDB, kemajuan pada indikator dampak lingkungan yang tidak merata pada masing-masing biji minyak, dan kecenderungan fokus pada dampak lingkungan dari minyak nabati tertentu menutupi kebutuhan mendesak untuk mengatasi yang lain.
Selain itu, permintaan minyak nabati yang meningkat harus dipenuhi dengan kebijakan untuk melindungi cadangan lahan global sebagai prasyarat untuk memenuhi beberapa SDG utama.
Adapun tim peneliti merekomendasikan, kebutuhan yang mendesak untuk bekerja sama dan berkoordinasi lebih erat di antara negara-negara produsen dan konsumen minyak nabati, kebutuhan untuk mengatasi masalah lingkungan dari sudut pandang holistik. Artinya harus mencakup udara, tanah dan air, dan kesatuan tujuan sebagai prasyarat untuk mencapai SDG di sektor minyak nabati.
Sementara itu, Dubes RI Stockholm, Kamapradipta Isnomo, menekankan salah satu hasil penelitian yaitu pentingnya bagi negara-negara penghasil dan pengguna minyak nabati, baik pemerintah, sektor swasta maupun pemangku kepentingan lainnya, untuk lebih tingkatkan kerja sama dalam menghadapi tantangan dan peluang yang muncul dalam upaya mencapai SDGs 2030.
"Pemerintah Indonesia mengimbau para peserta webinar serta seluruh pemangku kepentingan minyak nabati untuk memulai langkah-langkah konkrit dan terkoordinasi guna tercapainya SDGs 2030," ujar dia.
Sebagai informasi, webinar dihadiri oleh Dekan Fakultas Kehutanan sekaligus Kepala Peneliti dari Universitas Jambi, Bambang Irawan, Direktur Jenderal asosiasi minyak nabati dan makanan protein di Uni Eropa FEDIOL, Nathalie Lecocq, dan President Commissioner PT Triputra Agro Persada, Arif P. Rahmat. Sementara itu, webinar dipimpin oleh Peneliti Postdoktoral dari KTH Royal Institute of Technology di Stockholm Fumi Harahap.
(rah/rah)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 5 Prioritas Utama Kemlu di 2022, Vaksin Hingga Krisis Myanmar
