
Tahun Ini Puncak Penambahan PLTU Baru, Mulai 2027 Dipangkas!

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengesahkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) tahun 2021-2030.
Di dalam RUPTL yang lebih hijau ini masih ada penambahan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Puncak penambahan kapasitas PLTU berbasis batu bara terjadi pada tahun ini yakni sebesar 4.688 mega watt (MW). Tahun selanjutnya di 2022 penambahan kapasitas PLTU turun drastis menjadi hanya 1.244 MW.
Selanjutnya pada tahun 2023 kembali turun lebih dari setengah tahun sebelumnya yakni menjadi 942 MW dan kembali turun secara drastis di tahun 2024 hanya 50 MW.
Akan tetapi pada tahun 2025 penambahan kapasitas pembangkit PLTU naik drastis menjadi 1.891 MW. Tahun selanjutnya di 2026 turun tipis menjadi 1.660 MW. Kemudian di tahun 2027 hanya 24 MW.
Tahun 2028 tidak ada penambahan kapasitas, tahun 2029 masih masih ada penambahan 20 MW dan di tahun 2030 sudah tidak ada penambahan kapasitas dari PLTU baru.
Dengan begitu, di dalam RUPTL 2021-2030 secara total penambahan kapasitas pembangkit PLTU sebesar 10.519 MW.
Selanjutnya untuk PLTU Mulut Tambang (PLTU MT) tahun ini tidak ada penambahan kapasitas. Baru ada di tahun 2022 sebesar 1.200 MW, tahun 2023 sebesar 600 MW, tahun 2024 sebesar 300 MW, tahun 2025 tidak ada penambahan.
Tahun 2026 terjadi penambahan 600 MW dan tahun 2027 juga sama 600 MW. Selanjutnya di tahun 2028 sampai tahun 2030 tidak ada penambahan kapasitas PLTU MT. Total sebesar 3.300 MW.
"Tambahan kapasitas pembangkit 10 tahun mendatang untuk seluruh Indonesia adalah 40,6 GW atau penambahan kapasitas rata-rata 4 GW per tahun," tulis dokumen RUPTL 2021 - 2030, dikutip CNBC Indonesia, Jumat ini (15/10).
Jika dibandingkan dengan RUPTL sebelumnya penambahan kapasitas PLTU batu bara lebih menjadi lebih kecil.
"Sebesar 13,8 GW atau 34,1% terdiri dari PLTU MT sebesar 3,3 GW dan PLTU non MT 10,5 GW," tulis RUPTL.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, RUPTL adalah rencana pembangkitan, jaringan transisi dan distribusi, serta penjualan listrik dalam suatu wilayah usaha, sesuai aturan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.
"RUPTL merupakan cerminan kebijakan pemerintah. Dalam rangka pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk penyediaan tenaga listrik, Menteri dan Gubernur bisa memasukkan kebijakan ini di dalam RUPTL," katanya.
Dia mengatakan, selama 10 tahun bisa dilakukan evaluasi berkala, termasuk evaluasi proyek. Jika perlu perubahan, menurutnya pemegang wilayah usaha bisa mengajukan usulan perubahan RUPTL.
"Karena ini berlaku untuk 10 tahun, maka selama belum ada RUPTL perubahan, maka RUPTL lama masih berlaku, tidak perlu setiap tahun mengalami perubahan," ujarnya.
Dia mengakui, proses pembuatan RUPTL kali ini lebih lama karena adanya pandemi Covid-19.
"Lamanya proses dipengaruhi karena kecenderungan global pada green product, energi fosil yang semakin turun, dan EBT yang makin kompetitif. Lamanya proses RUPTL ini juga karena kebijakan di tingkat nasional mendorong transisi energi, dorongan percepatan smart grid dan efisiensi," paparnya.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article RI Siap Pensiunkan PLTU Batu Bara, Ini Alasan & Tahapannya!
