
Harga Baterai Mobil Listrik Sudah Turun 79% dari 2010 lho..

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga baterai untuk kendaraan listrik terus mengalami penurunan. Pada 2010 harga battery pack masih mencapai US$ 1.000 per kilo Watt hour (kWh). Namun saat ini sudah turun menjadi US$ 209 per kWh, atau turun sekitar 79%.
Hal tersebut disampaikan oleh Founder Lentera Bumi Nusantara Ricky Elson yang juga mulai menggarap kendaraan listrik bersama Dahlan Iskan pada 2012 lalu.
Dalam webinar kemarin, Rabu (13/10/2021), dia mengatakan berdasarkan data Bloomberg New Energy Finance (BNEF), harga baterai untuk kendaraan listrik diperkirakan masih akan terus mengalami penurunan sampai dengan di bawah US$ 100 per kWh pada 2025.
"Sekarang ini kita gunakan lithium, ini ke depan akan terus berkembang. Intinya kita ingin baterai berkapasitas besar, ukuran kecil, dan harga murah. Saat saya mulai proyek 2012 harga mulai turun di US$ 200 per kWh, masih mahal," ungkapnya.
Dia mencontohkan, untuk baterai mobil listrik dari Tesla dengan kapasitas daya 90 kWh, jika dikalikan dengan harga US$ 200 per kWh, artinya sudah US$ 18.000 atau sekitar Rp 257 juta (asumsi kurs Rp 14.300 per US$) hanya untuk baterainya saja.
"US$ 18.000 baterai saja, bicara rentang panjang kita ini masih jauh," lanjutnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, teknologi menjadi komponen penting yang harus dikuasi dalam mengembangkan kendaraan listrik, termasuk teknologi kontrol. Dia menyayangkan sampai saat ini Indonesia belum memiliki perusahaan-perusahaan yang unggul di bidang kontrol.
"Yang paling mungkin kita kejar adalah electric motor research and development," tuturnya.
Menurutnya, puncak teknologi kendaraan listrik ada di Formula E. Mesin mobil listrik ini 26 kg dengan daya 250 tenaga kuda.
"Regulasi lain-lainnya urusan pemerintah, ketertarikan pada teknologi jangan sampai tertinggal, bagaimana setidaknya anak cucu kita harus ikut bangun peradaban ini, kalau nggak kita hanya melahirkan generasi unboxing dan reviewer," paparnya.
Seperti diketahui, RI memiliki cita-cita menjadi raja baterai dunia. Sumber daya nikel yang melimpah mencapai miliaran ton digadang-gadang bisa jadi modal dalam mengejar cita-cita tersebut.
Tim Percepatan Proyek Baterai Kendaraan Listrik (electric vehicle/ EV Battery) Agus Tjahajana mengatakan pihaknya sudah menyusun peta jalan (roadmap) pembangunan ekosistem industri baterai kendaraan listrik hingga 2027 mendatang.
Berdasarkan data yang dipaparkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi VII DPR RI, Senin (01/02/2021), pada 2021 ini akan digencarkan pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU) di seluruh Indonesia.
Saat ini sudah ada 32 titik SPKLU di 22 lokasi dan proyek percontohan (pilot project) 33 SPBKLU. Selain itu, tahun ini juga direncanakan akan ada pengembangan sistem penyimpanan energi (energy storage system/ ESS).
"Roadmap pengembangan industri baterai EV dan ESS adalah hingga 2027. Tahun 2021 targetnya yaitu dimulainya pembangunan charging station atau SPKLU dan SPBKLU di seluruh Indonesia," ungkapnya dalam RDP, Senin (01/02/2021).
Kemudian, pada 2022 OEM ditargetkan akan mulai memproduksi kendaraan listrik di Indonesia. Lalu, pada 2024 smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) ditargetkan mulai beroperasi yang dikembangkan oleh PT Aneka Tambang Tbk dan pabrik Pabrik Precursor baterai dan katoda mulai beroperasi yang dikerjakan Pertamina dan MIND ID.
"Tahun 2022 perusahaan manufacturing EV diharapkan mulai beroperasi di Indonesia dan dari hulu sampai hilir direncanakan akan beroperasi pada 2024," jelasnya.
Kemudian, pada 2025 pabrik cell to pack mulai beroperasi yang dikembangkan oleh Pertamina dan PLN. Kemudian, pada 2026 ibu kota baru RI di Kalimantan Timur diharapkan sudah 100% mengadopsi kendaraan listrik.
Dia mengatakan pembangunan ekosistem industri baterai listrik secara terintegrasi dari hulu sampai hilir bakal membutuhkan investasi mencapai US$ 13-17 miliar atau sekitar Rp 182 triliun-Rp 238 triliun (asumsi kurs Rp 14.000 per US$).
"Dengan risiko teknologi yang tinggi dan pasar yang bergantung pada OEM," ungkapnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saingi Tesla, VW Ngebut Produksi Mobil Listrik
