Heboh Kampanye PLTS, Tapi Modul Surya Banyak Impor, Kok Bisa?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemanfaatan energi surya melalui Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi salah satu langkah pemerintah dalam mengejar bauran energi.
Namun sayangnya, pengembangan industri PLTS di dalam negeri dewasa ini belum berjalan secara optimal. Akibatnya, komponen PLTS seperti modul surya masih banyak diimpor.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Chrisnawan Anditya mengatakan, belum optimalnya industri PLTS di dalam negeri karena terkendala pasar.
Menurutnya, pasar yang tersedia belum memenuhi syarat untuk membangun industri skala besar dan dengan teknologi terbaru. Oleh karena itu, menurutnya pemerintah akan terus mendorong komponen lokal di dalam pemanfaatan PLTS ini.
"Pemerintah melihat peluang yang cukup terbuka apabila pengembangan PLTS dapat dilakukan secara masif, baik PLTS Atap, PLTS Terapung ataupun PLTS Skala Besar, maka program tersebut akan mampu menciptakan pasar PLTS yang besar dan membuka peluang semakin tumbuhnya industri-industri PLTS beserta pendukungnya untuk merespons permintaan tersebut dalam kerangka TKDN," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Senin (11/10/2021).
Dia mengatakan, TKDN untuk modul surya yang sudah dicapai saat ini sebesar 40-45%. Sementara TKDN untuk sistem PLTS saat ini sekitar 15-50%.
Lebih lanjut dia mengatakan, kesuksesan dalam mengembangkan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia tidak hanya mengandalkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), namun juga diperlukan peran serta dari kementerian dan lembaga lainnya.
"Ada peran dari Kementerian/ Lembaga (K/L) lain untuk bersama-sama menciptakan ekosistem EBT yang baik," ujarnya.
Dia mencontohkan, peran Kementerian Perindustrian dapat bertanggung jawab dalam penyiapan industri EBT dan TKDN. Lalu, Kementerian Keuangan untuk memberikan dukungan insentif, dan lain sebagainya.
"Adapun Kementerian ESDM disamping berperan untuk menciptakan pasar EBT di dalam kebijakan dan perencanaan yang dibuatnya, juga memiliki peran dalam penetapan harga jual tenaga listrik dari EBT," jelasnya.
Sebelumnya, Satya Widya Yudha, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan, berbicara khusus mengenai PLTS, jika dibangun dengan kapasitas di atas 10 Mega Watt (MW), maka harga listriknya akan lebih kompetitif, yakni US$ 5-10 sen per kWh.
Jika dibenturkan dengan harga listrik dari PLTU yang menurutnya sekitar US$ 5-8 sen per kWh, sehingga harga listrik dari PLTS ini masih bisa kompetitif. PLTS menurutnya menjadi sumber EBT yang bisa dikembangkan, tinggal bagaimana pemerintah memberikan insentif dan beberapa kemudahan di sisi investasi pada PLTS, disamakan dengan insentif yang diberikan negara lain.
"Jangan sampai orang kembangkan PLTS di negara lain punya kemudahan, paling gak sisi kemudahan. Kebijakan dibuat sama, sehingga investasi masuk," tegasnya.
(wia)