RI Dorong PLTS, Tapi Barangnya Masih Banyak Impor!

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah terus mendorong pemanfaatan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk mencapai bauran energi. Namun sayangnya, modul surya yang dibutuhkan masih banyak dipasok dari impor.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute For Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa. Dia mengatakan, Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) beberapa modul surya di Indonesia sudah sampai 40%, namun memang masih banyak diimpor.
"Untuk modul surya masih banyak yang impor karena kemampuan produk lokal untuk memenuhi kebutuhan proyek yaitu high efficient solar module, dengan efisiensi di atas 20% dan kapasitas modul surya di atas 500 Wp per keping belum ada," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin (11/10/2021).
Selain itu, dia mengakui bahwa belum ada produsen modul surya di Indonesia yang masuk ke dalam kategori kualitas panel 'Tier 1'. Padahal, imbuhnya, untuk bisa mendapatkan pendanaan dari lembaga keuangan internasional atau bankable harus bisa masuk ke kategori 'Tier 1'.
"Selain itu, belum ada produsen modul surya di Indonesia yang masuk ke dalam kategori 'Tier-1'. Padahal untuk dapat project financing dari lembaga keuangan internasional, yang bankable itu adalah module Tier-1 tersebut," jelasnya.
Oleh karena itu, menurutnya pemerintah perlu mendukung pengembangan industri PLTS dalam negeri untuk berkembang dan masuk menjadi produsen dengan kategori 'Tier 1'.
"Salah satunya adalah mendorong pengembangan PLTS dalam negeri melalui pengembangan pasar, salah satunya adalah implementasi dari RUPTL 2021-2030," paparnya.
Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Direktorat Jenderal EBTKE Chrisnawan Anditya mengatakan, pengembangan industri PLTS di dalam negeri memang harus dilihat sebagai tantangan dan peluang.
"Komponen inverter memang masih diimpor, namun komponen utama berupa modul surya sudah mampu diproduksi di dalam negeri. Saat ini terdapat 14 pabrikan modul surya dalam negeri dengan kemampuan produksi kurang lebih sebesar 524 MWp per tahun," ungkapnya.
Dia mengatakan, TKDN untuk modul surya yang sudah dicapai saat ini sebesar 40-45%. Sementara TKDN untuk sistem PLTS saat ini sekitar 15-50%.
Seperti diketahui, demi mendorong pemanfaatan PLTS, pemerintah bakal merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 jo No. 13/2019 jo No.16/2019 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).
Salah satu poin yang direvisi di dalam Peraturan Menteri ESDM ini adalah ketentuan ekspor listrik ke PT PLN (Persero), dari mulanya dibatasi 65%, direvisi menjadi 100%.
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto pun angkat bicara mengenai rencana ini. Dia menyebut revisi aturan PLTS Atap berpotensi menimbulkan ketidakadilan karena mayoritas yang menikmati adalah orang kaya.
"Karena yang akan menikmati sebanyak 99% adalah sektor industri, bisnis dan perumahan mewah di kota besar. Karena rumah orang miskin tidak menggunakan PLTS," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, dikutip Kamis (23/09/2021).
[Gambas:Video CNBC]
Harta Karun Energi Terbesar Ini Digarap, Biaya Listrik Murah
(wia)