
Krisis Makin Ngeri di Eropa, Prancis & Spanyol Beri Alarm

Jakarta, CNBC Indonesia - Krisis energi kini menyerang Eropa. Hal ini membuat sejumlah negara membunyikan alarm peringatan.
Prancis dan Spanyol bermitra untuk mendesak Brussel, pusat pemerintahan Uni Eropa (UE) turun tangan. UE diminta menyelesaikan masalah kenaikan harga gas mengingat dampaknya ke membludaknya tagihan listrik konsumen yang berujung inflasi.
Apalagi Eropa sebentar lagi akan memasuki musim dingin. Saat itu kebutuhan akan gas dan listrik akan makin tinggi karena penggunaan pemanas. Ini menimbulkan kekhawatiran akan timbulnya krisis baru bagi warga.
Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire menyebut krisis energi telah mempengaruhi blok secara keseluruhan. Karenanya ia berharap ada penyelarasan harga listrik dengan harga gas.
Ia mengatakan krisis ini "tidak adil, tidak efisien dan mahal" bagi warga dan bisnis. Sudah waktunya mendapat tanggapan Eropa. Sudah waktunya melihat pasar energi," tegasnya, dikutip dari Newsweek, Rabu (6/10/2021).
Wakil Perdana Menteri (PM) Spanyol Nadia Calvino juga mendesak hal serupa. Komisi Eropa diharapkan mampu meringankan tekanan yang dirasakan Madrid.
Ia meminta UE mengeluarkan regulasi yang lebih baik soal stok gas alam dan reformasi aturan untuk mengurangi volatilitas harga. Termasuk bantuan dana darurat.
"Tantangan Eropa memerlukan tanggapan Eropa," tegasnya dikutip dari Financial Times, seraya menyebut cadangan gas strategis.
Sementara itu, Komisaris Ekonomi Uni Eropa Paolo Gentiloni mengatakan Komisi Eropa akan menyajikan paket kebijakan energi di Desember. Ini akan mengeksplorasi peran blok dalam pengadaan gas alam dan opsi penyimpanan yang lebih besar.
Harga gas Eropa terus mengalami kenaikan tajam sejak Januari 2021 hingga 200% lebih. Kenaikan terkait sejumlah fakta mulai dari naiknya permintaan, pasokan yang berkurang hingga kurang optimalnya energi terbarukan di sejumlah negara.
Di Eropa gas banyak dipilih dibanding batu bara karena dianggap lebih ramah lingkungan. Baik rumah tangga maupun perusahaan menggunakan energi ini, di antaranya untuk listrik.
Sebelumnya, CNN International menulis jutaan orang dikabarkan mungkin tidak akan mampu "menghangatkan" rumah selama musim dingin nanti. Lebih dari 12 juta rumah tangga diprediksi akan mengalami pemutusan jaringan karena tak mampu membayar tagihan yang membludak di Eropa.
Berdasarkan data Koalisi Hak Energi, selama setahun setidaknya ada tujuh juta laporan pemutusan energi warga di benua itu. Pandemi memperburuk masalah karena membuat banyak orang semakin lama di rumah dan menghabiskan konsumsi energi mereka.
"Risiko jatuh ke dalam kemiskinan energi dalam populasi Eropa adalah dua kali lipat risiko kemiskinan umum," kata seorang ahli di Universitas Manchester, Stefan Bouzarovski.
"Antara 20 hingga 30% populasi Eropa menghadapi kemiskinan umum sementara 60% menderita kemiskinan energi di beberapa negara."
Sebagai informasi Bulgaria memiliki proporsi penduduk miskin energi tertinggi di Eropa yakni 31%. Diikuti Lithuania (28%), Siprus (21%), Portugal (19%).
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rusia Disebut 'Biang Kerok' Krisis di Eropa, Kok Bisa?