Amerika Banyak Diutangi China, Indonesia Juga?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 September 2021 07:50
Bendera China
Ilustrasi Bendera China (AP/Kin Cheung)

Jakarta, CNBC Indonesia - Politik anggaran Amerika Serikat (AS) sedang bergolak. Pemerintahan Presiden Joseph 'Joe' Biden sedang berupaya menggolkan kenaikan batas utang (debt ceiling) agar roda eksekutif tetap berjalan dan Negeri Paman Sam terhindar dari shutdown.

Batas utang pemerintah AS saat ini ada di US$ 28,4 triliun. Dengan asumsi US$ 1 setara dengan Rp 14.244 seperti kurs tengah Bank Indonesia 21 September 2021, angka itu menjadi Rp 404.529,6 triliun. Wow...

Kubu Partai Demokrat di Kongres berkomitmen untuk mendukung pendanaan anggaran negara melalui kenaikan batas utang. Namun kubu oposisi Partai Republik memberikan 'perlawanan'.

Apabila batas utang tidak dinaikkan hingga 1 Oktober 2021, maka pemerintahan AS terpaksa ditutup sementara karena ketiadaan anggaran. Jika terwujud, maka akan menjadi shutdown ketiga dalam satu dekade terakhir.

Pemerintah AS membutuhkan tambahan utang untuk berbagai keperluan. Mulai dari membayar gaji aparat pemerintahan, penanggulangan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), hingga membayar bunga utang. Jika sampai AS gagal bayar utang alias default, maka bisa menjadi bencana bagi pasar keuangan global.

"Kita bisa meminjam dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan banyak negara. Default akan membuat situasi menjadi rumit. Ini akan membuat biaya utang menjadi naik dan bisa berdampak kepada rakyat. Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), kartu kredit, menjadi lebih mahal kalau terjadi default," tegas Janet Yellen, Menteri Keuangan AS, sebagaimana diwartakan Reuters.

AS adalah negara dengan nominal utang terbanyak di dunia. Per akhir Agutus 2021, utang pemerintah Negeri Adidaya adalah US$ 28,43 triliun. Sudah menyentuh plafon, sehingga pemerintah tidak bisa berutang lagi kalau tidak ada aturan kenaikan batas utang.

Dibandingkan dengan Produk Domestik Bruto (PDB), utang pemerintah AS per akhir 2020 adalah 132,8%. Melonjak dibandingkan setahun sebelumnya yang sebesar 108,56% akibat peningkatan kebutuhan anggaran untuk penanganan pandemi.

Sebagian besar (hampir seluruhnya) utang pemerintah AS adalah dalam bentuk obligasi yang dijual di pasar keuangan sebagai instrumen investasi. Obligasi pemerintah AS atau US Treasury Bonds adalah salah satu aset utama yang dijadikan acuan kesehatan dan kekuatan pasar keuangan dunia. Jika AS sampai default, maka pasar US Treasury Bonds akan jatuh dan meruntuhkan pasar keuangan global.

Seperti aset keuangan pada umumnya, siapa saja boleh membeli obligasi pemerintah AS termasuk investor asing. Menurut negara, Jepang kini menjadi investor asing terbesar pemegang US Treasury Bonds. Per Juli 2021, kepemilikan investor Jepang di obligasi pemerintah AS adalah US$ 1,31 triliun.

utangSumber: US Treasury

Di posisi kedua ada China dengan kepemilikan sebanyak US$ 1,07 triliun. Sebelum digeser oleh Jepang, China cukup lama jadi investor terbesar di US Treasury Bonds.

Namun hubungan Washington-Beijing merenggang sejak pemerintahan Presiden Donald Trump gara-gara perang dagang. Di tangan Biden, relasi kedua negara belum sepenuhnya membaik. Isu perang dagang masih mengemuka, ditambah pandemi virus corona yang membuat situasi bertambah runyam.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah China juga menjadi 'bohir' besar?

Bank Indonesia (BI) melaporkan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia per akhir Juli 2021 adalah US$ 415,7 miliar. Naik 1,7% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Berdasarkan negara pemberi pinjaman, Singapura masih menjadi yang paling 'murah hati'. Total ULN Indonesia yang berasal dari Negeri Singa per akhir Juli 2021 adalah US$ 64,18 miliar. Porsinya 15,44% dari total ULN Indonesia.

Di posisi kedua ada Amerika Serikat (AS). Total ULN Indonesia yang datang dari Negeri Adikuasa per akhir Juli 2021 adalah US$ 30,59 miliar atau 7,36%.

Berikutnya adalah Jepang. Per akhir Juli 2021, Negeri Matahari Terbit menyalurkan ULN senilai US$ 27,21 miliar. Angka ini adalah 6,55% dari total ULN.

Sementara dari sisi laju pertumbuhannya, ULN dari Singapura malah turun 4,83% dibandingkan Juli 2020 yoy. Kemudian ULN dari AS naik 3,11% yoy dan dari Jepang turun 3,72% yoy.

China, yang tidak masuk tiga besar kreditur Indonesia, malah lebih rajin memberikan utang. Per akhir Juli 2021, total ULN dari Negeri Panda adalah US$ 21,12 miliar, pangsanya 5,08%.

Pada Juli 2020, ULN dari China adalah US$ 20,16 miliar. Artinya terjadi pertumbuhan 4,73% yoy.

'Aura' kehadiran China juga terasa dalam kehadiran mata uangnya. Per akhir Juli 2021, total ULN dalam mata uang yuan China setara dengan US$ 3,92 miliar. Melonjak 16,86% yoy.

Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan mata uang utama lainnya. Misalnya dalam dolar AS, pertumbuhan ULN adalah 0,82% yoy. Kemudian dalam dolar Singapura adalah 3,46% dan yen Jepang 1,39%.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular