
Garap Harta Karun Langka RI, Jokowi Segera Susun Regulasinya

Jakarta, CNBC Indonesia - RI punya potensi "harta karun" super langka bernama logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth element. Banyak manfaat dari logam tanah jarang di era modern ini, tapi sayangnya RI belum menggarapnya sama sekali.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengatakan, banyak pihak yang menanyakan apakah sudah ada regulasi yang mengatur mengenai logam tanah jarang ini. Dia mengakui bahwa sampai saat ini secara spesifik belum ada aturan khusus untuk logam tanah jarang ini.
"Saat ini secara spesifik belum ada yang secara khusus mengatur logam tanah jarang," ungkapnya dalam sebuah Webinar 'Mineral for Energy' Jumat malam, (10/09/2021).
Namun demikian, menurutnya pemerintah tidak tinggal diam. Dia mengatakan, saat ini pemerintah telah membentuk tim bernama tim pengembagan industri berbasis logam tanah jarang. Selain itu, pemerintah juga tengah menyusun Instruksi Presiden (Inpres) untuk mempercepat pengembangan dan hilirisasi logam tanah jarang.
"Tim pengembangan industri berbasis logam tanah jarang dan penyusunan Inpres percepatan hilirisasi LTJ. Bapak, Ibu, dan teman-teman yang berminat partisipasi pada kesempatan lain, mari bersama-sama susun regulasi ini," tuturnya.
Selain LTJ, imbuhnya, mineral lain yang kini menjadi perhatian dunia adalah timah. Berbeda dengan LTJ, sumber mineral timah ini sudah tumbuh subur dan produktif.
"Jadi, timah menjadi perhatian publik, di media massa banyak tentang timah dibicarakan," lanjutnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono mengatakan, kendala utama dalam pengembangan LTJ ini adalah infrastruktur, belum adanya data cadangan, dan juga tata kelola belum diatur.
Mengenai infrastruktur, menurutnya perlu dilihat dari hulu sampai ke hilir. Di sisi hulu, menurutnya perlu dilihat ada inventori berapa. Lalu di sisi industri, perlu didukung oleh industri ekstraksi sesuai karakter LTJ sampai hasil akhirnya logam tanah jarang.
"Pengembangan industri hilir yang berbasis pada logam tanah jarang perlu didukung kebijakan kuat dari kementerian dan lembaga berkaitan dengan LTJ. Ini perlu ada regulasi dari hulu-hilir," paparnya dalam Closing Bell CNBC Indonesia, Kamis (09/09/2021).
Dari sisi regulasi, menurutnya perlu mencakup dari mulai proses penambangan, pengolahan ekstraksi, sampai dengan pemanfaatan di industri berbasis pada logam tanah jarang.
"Kendalanya, belum ada infrastruktur industri logam tanah jarang, data cadangan LTJ belum tersedia, dan tata kelola belum diatur. Masalah mendasar belum diketahui pasti potensi tanah jarang Indonesia, tapi dapat diusahakan," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, pilot plan dari monasit juga belum dikembangkan dalam skala industri. LTJ dari ikutan penambangan timah menurutnya juga belum dimanfaatkan.
"Terkait dengan inventarisasi IUP timah, perlu lagi bekerja sama dengan memberi akses Badan Geologi untuk hitung berapa potensi di sana," ujarnya.
Sederet manfaat logam tanah jarang ini antara lain mulai dari bahan baku baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT), seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB). Lalu, bisa juga untuk bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article PT Timah Jajaki Perusahaan Eropa Garap Harta Karun Langka RI
