
Lagi Lagi China, Penguasa Harta Karun Super Langka Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut saat ini dunia sedang gencar membicarakan soal logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth element.
Soal pemanfaatan LTJ, China pun menjadi negara yang paling besar menguasai "harta karun" super langka ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin. Menurutnya, China sangat gencar melakukan berbagai kegiatan di sektor LTJ, baik di negaranya dan di negara lain.
"Sebagaimana kita tahu, Tiongkok sebagai negara besar juga sangat aktif melakukan kegiatan ini, baik dari bahan-bahan yang ada di negara mereka dan sumber negara lain," paparnya dalam sebuah Webinar 'Mineral for Energy' Jumat malam, (10/09/2021).
Ridwan menjabarkan, secara global China menjadi negara yang dominan memproduksi LTJ, yakni 84% dari produksi dunia. Kemudian, disusul oleh Australia 11%, Rusia sebesar 2%, kemudian India dan Brazil 1% dan sisanya diproduksi dari negara lain.
"Secara global, Tiongkok memproduksi 84% dari produksi dunia untuk tanah jarang, disusul Australia 11%, Rusia 2%, India dan Brazil 1% sisanya negara lain," tuturnya.
Melihat data ini, Indonesia tidak masuk dalam jajaran negara penguasa LTJ. Meski tidak banyak, namun menurutnya setidaknya RI masih punya sumber daya logam tanah jarang yang bisa dikelola.
"Artinya, kita bagian dari negara lain yang jumlahnya sedikit. Tapi sedikit-sedikitnya, kita ada bahan baku yang cukup dikelola," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, LTJ bisa menjadi sumber energi di masa depan. Selain itu, juga akan menjadi roda penggerak ekonomi di masa yang akan datang.
"Ini bisa jadi sumber energi masa depan dan gerakkan ekonomi," tuturnya.
Logam tanah jarang ini sangat dibutuhkan di era modern saat ini karena bisa digunakan untuk bahan baku baterai, telepon seluler, komputer, industri elektronika hingga pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT), seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/ Angin (PLTB). Lalu, bisa juga untuk bahan baku industri pertahanan hingga kendaraan listrik.
Namun sayangnya, Indonesia belum memproduksi logam tanah jarang ini, padahal memiliki sumber dayanya.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono mengatakan, di Indonesia ada tiga potensi mineral yang mengandung logam tanah jarang, di antaranya dari pertambangan timah dan sudah dikonfirmasi keberadaannya. Lalu, dari tambang bauksit dan ketiga dari nikel scandium.
Menurutnya, Badan Geologi Kementerian ESDM sudah melakukan survei mengenai LTJ sejak 2009 sampai dengan 2020. Namun sayangnya, belum seluruh wilayah Indonesia disurvei karena keterbatasan sumber daya.
"Kalau kita lihat logam tanah jarang di Indonesia, ada di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi dengan berbagai endapan," ungkapnya dalam Closing Bell CNBC Indonesia, Kamis (09/09/2021).
Eko menjabarkan, di Tapanuli, Sumatera Utara terdapat sumber daya LTJ sebesar 20.000 ton. Lalu, di Bangka Belitung ada mineral monasit yang mengandung logam tanah jarang, dan monasit ini dijumpai bersama endapan timah dengan sumber daya sekitar 186.000 ton.
"Di Kalimantan, ada kajian di Kalimantan Barat potensi logam tanah jarang dalam bentuk laterit 219 ton dan Sulawesi 443 ton," imbuhnya.
Namun demikian, dia mengakui bahwa sampai saat ini data mengenai LTJ baru sebatas sumber daya dan belum ada data mengenai cadangan karena belum dieksplorasi lebih lanjut. "Saat ini baru sebatas sumber daya," ujarnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tak Cuma Nikel, RI Juga Punya Harta Karun yang Super Langka!
