Di tengah kondisi yang masih menegangkan tersebut, China pun masuk dan menyebutkan akan memberikan dukungan pendanaan bagi negara tersebut.
Berikut fakta-fakta yang perlu diketahui mengenai kondisi Afganistan saat ini.
Negara ini diramal akan hancur total oleh PBB. Sebab saat ini aset-aset milik Afghanistan di luar negeri telah dibekukan untuk mencegah akses oleh Taliban.
Dengan kondisi ini maka diprediksi akan terjadi kemerosotan ekonomi yang parah dan mendorong jutaan lebih warga dalam kemiskinan serta kelaparan.
Hal ini disampaikan oleh Utusan khusus PBB untuk Afghanistan, Deborah Lyons. Kepada Dewan PBB dia menyebutkan, harus dicari cara untuk membuka akses dana tersebut, namun dibutuhkan pengamanan maksimal agar dana ini tidak disalahgunakan.
"Ekonomi harus dibiarkan bernafas selama beberapa bulan," katanya kepada Dewan Keamanan PBB pekan ini.
Dia juga mengungkapkan bahwa Taliban harus diberikan kesempatan untuk menunjukkan fleksibilitas dan keinginan tulus untuk melakukan hal-hal yang terutama berkaitan dengan ham, gender dan kontra terorisme.
Untuk diketahui, Afghanistan memiliki US$ 10 miliar atau setara Rp 142 triliun (asumsi Rp 14.200/US$) aset di luar negeri.
Salah satunya di bank sentral AS, The Fed. Selain itu juga terdapat di Dana Moneter Internasional (IMF) senilai US$ 440 juta (Rp 6,2 triliun) berupa dana darurat yang telah diblokir.
Akses untuk mendapatkan dana ini dipercaya akan dapat menjadi kunci bagi negara barat untuk menekan perilaku Taliban.
"Taliban mencari legitimasi dan dukungan internasional. Pesan kami sederhana: (jika menginginkan) legitimasi, dukungan apa pun harus diperoleh," kata Jeffrey DeLaurentis, Diplomat Senior AS dalam forum yang sama.
Ketika barat mencoba menekan perilaku Taliban dengan mempersulit akses keuangannya, sebaliknya China memutuskan untuk memberikan bantuan dana sebesar US$ 31 juta atau setara Rp 442 miliar kepada negara ini.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) China Hua Chunyin menyebut bahwa bantuan itu berupa makanan, pasokan musim dingin, obat-obatan dan vaksin virus corona
"Untuk penggunaan darurat bagi rakyat Afghanistan," kata Hua Chunyin dalam sebuah pernyataan di forum pertemuan Menlu negara tetangga Afghanistan pekan ini.
Terdapat tiga hal dasar yang membuat negara pimpinan Presiden Xi Jinping itu mau bekerjasama dengan Taliban yang notabenenya banyak mendapatkan kecaman dunia.
Pertama, menyangkut keamanan Jalur OBOR dan Xinjiang. China dikabarkan sedang mencoba untuk mengamankan jalur dagang barunya, One Belt One Road (OBOR) dan juga Xinjiang.
Dengan posisi negara Afghanistan, diperkirakan negara ini akan sangat penting karena berbagi perbatasan dengan Pakistan yang merupakan partner China dalam pembangunan ini.
Sementara, dengan posisinya yang berbatasan langsung dengan Xinjiang, China diperkirakan tidak ingin Xinjian bekerjasama dengan Taliban.
"China tertarik pada keterlibatan ekonomi di Afghanistan dan perluasan Sabuk dan Jalannya, termasuk rekonstruksi dan investasi dalam sumber daya mineral yang belum dimanfaatkan dari negara yang terkurung daratan itu," sebut Ekta Raghuwanshi, analis Stratfor Asia Selatan untuk RANE.
Kedua, terkait sanksi AS. Dengan Afghanistan telah diberi sanksi oleh Amerika, China merasa penting untuk memiliki hubungan dengan kelompok itu dalam melawan hegemoni AS.
Langkah seperti ini telah dilakukan Beijing berulang-ulang. Sebelumnya, China memutuskan untuk membeli minyak Iran meski Negeri Persia itu terjerat sanksi yang diterapkan Washington.
"Setiap kesepakatan yang ditandatangani dengan Taliban menghadapi risiko politik dan sanksi yang jelas," kata Jonathan Wood, wakil direktur penelitian global di Control Risks.
Ketiga, pembangunan infrastruktur. China dinilai memiliki ketertarikan dalam membangun akses infrastruktur di Afghanistan. Bila terjadi, ini akan menjadi akses baru bagi proyek OBOR yang akan menghubungkan China dengan Timur Tengah.
Infrastruktur ini dinilai akan dapat memberikan akses kepada sumber daya alam di negara ini.
Dikabarkan Afghanistan memiliki banyak sumber daya alam yang belum dieksploitasi seperti tembaga, batu bara, kobalt, merkuri, emas, dan lithium. Tak tanggung-tanggung, sumber daya alam itu ditaksir senilai lebih dari US$ 1 triliun.
Namun demikian, beberapa analis masih meragukan komitmen China akan hal ini. Pasalnya kondisi dan situasi Afghanistan masih cukup tidak aman dan korup.
Sebelumnya, pada 2008 sebuah konsorsium perusahaan China mengambil sewa 30 tahun untuk proyek tembaga terbesar di Afghanistan, yang disebut Mes Aynak. Hingga saat ini, proyek itu belum memunculkan progres yang signifikan.
"Infrastruktur terbatas Afghanistan, listrik, jalan raya, rel, medan yang sulit, dan geografi yang terkurung daratan, akan terus menghambat pengembangan sumber daya alam," kata analis Stratford Wood.
Negara yang dipimpin oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan ini mengultimatum dunia untuk tidak terburu-buru mengakui kekuasaan Taliban di Afghanistan.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan dia meminta pemerintahan baru Afghanistan bersifat inklusif, menambahkan pentingnya perempuan dan kelompok etnis lain diberikan jabatan menteri.
"Tidak perlu terburu-buru... Ini adalah saran kami ke seluruh dunia. Kita harus bertindak bersama dengan komunitas internasional," kata Cavusoglu dalam keterangannya.
Di sisi lain, Turki sedang mengadakan pembicaraan dengan Taliban di Kabul soal operasi Bandara Internasional Hamid Karzai yang berlokasi di kota Kabul.
Namun Turki menegaskan akan bekerja sama dengan Qatar dan Amerika Serikat (AS) jika bandara resmi dioperasikan. Syarat lain pun diberikan, termasuk pembukaan bandara untuk penerbangan regular, khususnya untuk misi kemanusiaan, evakuasi warga sipil yang masih terdampar dan membangun misi diplomatik.
Dikecam Iran
Iran telah memberikan kecaman keras kepada Taliban berkaitan dengan serangan yang dilakukannya ke Lembah Panjshir pada pekan lalu.
"Berita yang datang dari Panjshir, benar-benar mengkhawatirkan... Serangan itu sangat terkutuk," kata Saeed Khatibzadeh, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, awal pekan ini.
"Mengenai masalah Panjshir, saya bersikeras pada fakta bahwa itu diselesaikan dengan dialog di hadapan semua tetua Afghanistan," lanjutnya.
"Taliban harus sama-sama menghormati kewajiban mereka dalam hal hukum internasional, dan komitmen mereka ... Iran akan bekerja untuk mengakhiri semua penderitaan rakyat Afghanistan demi mendirikan pemerintahan perwakilan untuk semua warga."
Lembah Panjshir adalah satu-satunya dari 34 provinsi di Afghanistan yang tetap di luar kendali Taliban.
Pada Minggu (5/9/2021) terjadi baku tembak antara Taliban dan pasukan di Lembah Panjshir, Front Perlawanan Nasional (NRFA). Namun dalam updatenya terakhir, Taliban mengklaim menguasai wilayah itu sepenuhnya meski NRFA mengaku masih memiliki pasukan yang siap menyerang.
Hingga kini situasi masih panas. Bahkan terbaru Jumat (10/9/2021), NRFA mengumumkan akan segera membentuk pemerintahan tandingan di Afghanistan sebagai mana dikutip media lokal setempat.
Iran merupakan negara yang berbatasan langsung sepanjang 900 kilometer dengan Afghanistan. Negeri itu sudah menjadi rumah bagi 3,5 juta pengungsi Afghanistan dan khawatir akan adanya gelombang baru.