PLTS Atap Bisa Tekan Subsidi Hingga Rp 3,6 T, yang Bener?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menargetkan akan ada penambahan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap sebesar 3,6 giga watt (GW) sampai dengan tahun 2025 atau paling cepat 2024.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, penambahan PLTS Atap sebesar 3,6 GW itu dapat menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik sebesar Rp 12,61 per kWh.
Dengan demikian, diperkirakan ini bisa berpotensi mengurangi subsidi pemerintah hingga Rp 3,6 triliun per tahun, terdiri dari subsisi listrik sebesar Rp 0,9 triliun dan kompensasi sebesar Rp 2,7 triliun per tahun.
"Penambahan PLTS Atap sebesar 3,6 GW dapat menurunkan BPP sebesar Rp 12,61 per kWh yang berpotensi mengurangi subsidi sebesar Rp 0,9 triliun dan kompensasi sebesar Rp 2,7 triliun," paparnya dalam konferensi pers, Jumat (27/08/2021).
Dia mengatakan, potensi pengurangan subsidi listrik ini dengan asumsi setelah ketentuan ekspor listrik dari PLTS Atap ini diubah menjadi 100% dari kini dibatasi 65%.
Dia menjabarkan, potensi pengurangan subsidi listrik ini dengan asumsi pengurangan pemakaian gas dan batu bara pada pembangkit listrik dengan beroperasinya PLTS Atap ini. Dengan perubahan persentase ketentuan ekspor listrik PLTS Atap ini menjadi 100%, maka asumsi BPP bahan bakar gas berkurang Rp 46,01 miliar dan batu bara Rp 46,02 miliar.
Dia mengatakan, bila 3,6 GW PLTS Atap ini berkembang, maka akan mengurangi konsumsi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), sehingga konsumsi batu bara juga akan berkurang sekitar 2,98 juta ton.
Dadan pun tak menampik bila rencana pengembangan PLTS Atap ini akan berdampak pada pengurangan pendapatan PLN. Berdasarkan data yang dipaparkannya, pengembangan PLTS Atap 3,6 GW ini akan berdampak pada pengurangan pendapatan PT PLN (Persero) sebesar Rp 5,7 triliun atau sebesar 2,21% per tahun.
"Dari sisi pengusahaan listrik benar bahwa nanti akan berpotensi kurangi pendapatan PLN. Jika penambahan 3,6 GW ini akan berkurang Rp 5,7 triliun (per tahun)," ujarnya.
Namun dia menegaskan ini masih proyeksi. Pada akhirnya, akan tergantung dari seberapa tinggi masyarakat memanfaatkan PLTS Atap ini.
"Gak bisa dipungkiri karena produksi sendiri, konsumsi ke PLN akan berkurang. Tapi ini bukan kerugian ini adalah potensi berkurangnya pendapatan PLN dari konsumen yang memanfaatkan PLTS Atap," tuturnya.
Lebih lanjut dia mengatakan, dari sisi ekonomi akan terjadi penambahan tenaga kerja sebanyak 121.500 orang. Potensi investasi bertambah sebesar Rp 45-63,7 triliun dengan kapasitas 3,6 GW.
"Dari sisi ekonomi terjadi penambahan tenaga kerja dan peningkatan investasi," ujarnya.
(wia)