
Pemerintah Revisi Aturan PLTS Atap, Ini 7 Poin Pentingnya

Jakarta, CNBC Indonesia - RI dianugerahi potensi energi baru terbarukan (EBT) yang sangat melimpah, salah satunya energi surya. Potensi energi surya di Indonesia mencapai 207 Giga Watt (GW), tapi pemanfaatannya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sampai 2020 baru 153,8 Mega Watt (MW) atau 0,07% dari potensi yang ada.
Oleh karena itu, salah satu upaya mendorong pemanfaatan PLTS ini adalah melalui PLTS Atap. Agar pemanfaatan PLTS Atap semakin masif di masyarakat, pemerintah pun kini tengah merevisi peraturan terkait PLTS Atap.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bakal merevisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 49 Tahun 2018 jo No. 13/2019 jo No.16/2019 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, setidaknya ada tujuh poin penting dari revisi Permen ESDM tentang PLTS Atap ini. Berikut penjabarannya:
1. Ketentuan ekspor listrik
Ketentuan ekspor listrik menjadi lebih besar dari yang mulanya 65% menjadi 100%. Menurutnya angka 65% yang saat ini berlaku dianggap tidak menarik bagi pelanggan.
"Apa saja yang sebenarnya direvisi di dalam Permen tersebut, yang pertama adalah ketentuan ekspor dari 65% jadi 100%," paparnya dalam konferensi pers, Jumat (27/08/2021).
Perlu diketahui, pada Pasal 6 Permen ESDM No.49 tahun 2018 diatur bahwa "Energi listrik pelanggan PLTS Atap yang diekspor dihitung berdasarkan nilai kWh ekspor yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor dikali 65%."
Adapun kWh ekspor ini adalah jumlah energi listrik yang disalurkan dari sistem instalasi pelanggan PLTS Atap ke sistem jaringan instalasi pelanggan PT PLN (Persero) yang tercatat pada meter kWh ekspor-impor.
Ekspor listrik ini nantinya digunakan untuk perhitungan energi listrik pelanggan PLTS Atap dan bisa mengurangi tagihan listrik pelanggan setiap bulannya. Seperti tercantum pada Pasal 6 Permen ESDM No. 49/2018:
(2) Perhitungan energi listrik Pelanggan PLTS Atap dilakukan setiap bulan berdasarkan selisih antara nilai kWh Impor dengan nilai kWh Ekspor.
(3) Dalam hal jumlah energi listrik yang diekspor lebih besar dari jumlah energi listrik yang diimpor pada bulan berjalan, selisih lebih akan diakumulasikan dan diperhitungkan sebagai pengurang tagihan listrik bulan berikutnya.
2. Kelebihan "tabungan" listrik dinihilkan diperpanjang
Dia mengatakan, dalam peraturan baru nantinya, ketentuan terkait akumulasi selisih tagihan dinihilkan diperpanjang dari yang mulanya tiga bulan menjadi enam bulan.
"Spesifik 30 Juni dan 31 Desember per 30 Juni dinolkan dan per 31 Desember," paparnya.
Perlu diketahui, pada Permen ESDM No.49/2018 ini pada Pasal 6 (4) dan (5) mengatur bahwa:
(4) Selisih lebih yang diperhitungkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diakumulasikan paling lama 3 bulan untuk perhitungan periode tagihan listrik bulan Januari sampai dengan Maret, April sampai dengan Juni, Juli sampai dengan September, atau Oktober sampai dengan Desember.
(5) Dalam hal akumulasi selisih lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (4) masih tersisa setelah perhitungan periode tagihan listrik bulan Maret, Juni,
September atau bulan Desember tahun berjalan, selisih lebih dimaksud akan dinihilkan dan perhitungan selisih lebih dimulai kembali pada periode tagihan listrik bulan April, Juli, dan Oktober tahun berjalan atau bulan Januari tahun berikutnya.
3. Jangka waktu permohonan PLTS Atap dipersingkat
Dia mengatakan, jangka waktu permohonan PLTS Atap akan dipersingkat, dari yang mulanya 15 hari menjadi maksimal 12 hari bagi yang melakukan perubahan pada Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL). Lalu, maksimal 5 hari untuk yang tanpa perubahan PJBL.
"Dari 15 hari menjadi 12 hari yang ada di perubahan perjanjian jual beli, dan 5 hari konsumen biasa di rumah tangga," jelasnya.
4. Pelanggan PLTS Atap dapat melakukan perdagangan karbon
Menurutnya, pada peraturan baru nantinya disebutkan bahwa pelanggan PLTS Atap dan pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Umum (IUPTLU) dapat melakukan perdagangan karbon.
Menurutnya, ini menjadi satu hal pendorong bagi konsumen di industri dan komersial untuk memasang PLTS Atap.
5. Berbasis aplikasi digital
Dia mengatakan, mekanisme pelayanan diwajibkan berbasis aplikasi, sehingga bisa mengecek proses berjalannya sudah sejauh mana.
6. Perluasan pelanggan
Dadan mengatakan, peraturan ini tidak hanya berlaku bagi pelanggan PLN saja, namun juga bagi pelanggan di wilayah usaha non PLN juga.
"Permen ini payungi wilayah usaha non PLN," ujarnya.
7. Pusat pengaduan
Dia mengatakan, peraturan baru nantinya juga mengatur tentang adanya pusat pengaduan sistem PLTS Atap untuk menerima dan menindaklanjuti pengaduan atas implementasi PLTS Atap. Saat ini, menurutnya pusat pengaduan belum ada.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Aturan PLTS Atap Diubah, Pemakai Tak Bisa Jual Listrik ke PLN
