Harta Karun Energi RI Melimpah, Target EBT Mestinya Tercapai

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
27 August 2021 10:20
PLTP Sorik Marapi Ciptakan Potensi Penghematan 129 Milyar Rupiah Pertahun Untuk PLN. (Dok: PLN)
Foto: PLTP Sorik Marapi Ciptakan Potensi Penghematan 129 Milyar Rupiah Pertahun Untuk PLN. (Dok: PLN)

Bauran EBT sampai 2020 mencapai 11,2%, namun pada pertengahan 2021 ini persentasenya justru turun.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, tahun ini mestinya bauran energi ditargetkan meningkat jadi 14,5%.

Dadan menyebut, turunnya persentase bauran EBT akibat beberapa proyek EBT yang mengalami keterlambatan. Selain itu, menurutnya pemanfaatan sektor energi juga masih banyak didorong dari energi fosil.

"Akhir perhitungan kami di pertengahan tahun angkanya bukan naik, tapi turun, turunnya karena ada proyek EBT kena delay dan pemanfaatan energi banyak tumbuh didorong dari sisi fosil," paparnya dalam webinar IESR, Kamis (19/08/2021).

Meski secara persentase bauran turun, namun secara volume EBT mengalami kenaikan. Sampai pertengahan tahun 2021 ini, kapasitas pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan sudah bertambah 217 MW yang sifatnya masuk ke dalam sistem jaringan (on grid) PLN.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, kapasitas pembangkit listrik berbasis EBT hingga 2020 mencapai 10.467 MW, lalu pada 2021 ini ditargetkan meningkat menjadi 12.009 MW.

"Ini capaian bagus, untuk mencapai 23%, kerja 4-5x dari sekarang, sehingga bisa declare di tahun 2025 target 23% bisa tercapai," ujarnya.

Dalam mengembangkan EBT, Indonesia perlu dari negara lain. Pakar Energi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Pekik Argo Dahono mengatakan negara yang bisa jadi kiblat dalam mengembangkan EBT adalah China dan India.

Dia mengatakan, kontribusi EBT di Indonesia masih sangat rendah, berbeda dengan India dan China yang jauh lebih maju. Selain itu, kedua negara ini tidak menggunakan sistem penyimpanan energi atau ESS yang besar meski EBT yang digunakan masif.

Begitu pun dengan negara-negara di Eropa. Dia menjelaskan, negara-negara di Eropa seperti Denmark dan Portugal juga besar pengembangan energi baru terbarukannya.

Pasalnya, ini didukung oleh sistem kelistrikan yang sudah tersambung semuanya, sehingga mereka bisa saling berbagi sumber daya yang ada. Masalah intermitensi pada energi baru terbarukan pun bisa diatasi tanpa harus adanya sistem penyimpanan energi (ESS).

Kondisi serupa menurutnya juga terjadi di China dan India. China pun lebih memprioritaskan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) karena produksi listriknya bisa lebih stabil bila dibandingkan dengan sumber energi terbarukan lainnya seperti matahari atau angin.

"Itu sebabnya, saya minta digenjot awal adalah PLTA dan panas bumi, karena dia bisa mengatasi fluktuasi energi angin dan matahari," tuturnya.

(wia)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular