Bensin Premium Bakal Dihapus? BPH Migas: Arahnya Begitu..

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
Selasa, 24/08/2021 11:25 WIB
Foto: REUTERS/Willy Kurniawan

Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat nampaknya mulai berbondong-bondong meninggalkan bahan bakar minyak (BBM) berupa bensin beroktan rendah dan beralih ke bensin beroktan tinggi. Hal ini terlihat dari realisasi penyerapan bensin dengan nilai oktan (RON) 88 atau Premium yang melesu, bahkan masih jauh dari kuota yang ditetapkan tahun ini.

Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat, serapan Premium masih sangat rendah sampai Juli 2021 ini.

Berdasarkan data yang dipaparkan BPH Migas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (23/08/2021), realisasi serapan Premium selama Januari-Juli 2021 baru mencapai 2,71 juta kilo liter (kl) atau hanya 27,18% dari kuota tahun ini sebesar 10 juta kl.


Rendahnya serapan Premium ini apakah artinya menjadi peluang bagi pemerintah untuk segera menghapus Premium?

Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menyampaikan, pihaknya berharap agar semakin banyak masyarakat yang beralih ke BBM dengan nilai oktan yang lebih tinggi karena lebih ramah lingkungan dan baik untuk mesin kendaraan.

"Kita berharap bahwa masyarakat semakin banyak yang mengkonsumsi BBM yang lebih ramah lingkungan, karena lebih bersih dan lebih bagus untuk mesin," paparnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (24/08/2021).

Seperti diketahui, kabar rencana penghapusan Premium sudah lama beredar. Namun hingga saat ini tak kunjung terealisasi. Meski sampai saat ini belum terealisasi, namun arah ke depannya menurutnya, Premium ini memang akan dihapus.

"Saya kira arahnya ke depan begitu, cuma perlu bertahap," ungkapnya saat ditanya apakah penurunan serapan Premium akan dijadikan momentum menghapus Premium.

Sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor, yang juga mengatur tentang BBM ramah lingkungan, maka bensin yang harus beredar di pasaran yaitu dengan nilai oktan (RON) minimal 91.

"Kami terus berupaya meningkatkan penggunaan BBM yang lebih ramah lingkungan," ujarnya.

Sementara itu, Anggota Tim Reformasi & Tata Kelola Migas (2014-2015) Fahmy Radhi menilai bahwa serapan Premium yang rendah ini karena beberapa faktor.

Salah satunya yaitu karena sebagian besar konsumen Premium menyadari bahwa Premium merupakan BBM yang paling tidak ramah lingkungan, sehingga mereka beralih ke BBM yang lebih ramah lingkungan, seperti Pertalite dan Pertamax.

Selain itu, selisih harga antara Premium dan Pertalite juga tidak begitu besar. Harga Premium kini sekitar Rp 6.450 per liter, sementara harga Pertalite rata-rata sekitar Rp 7.650 per liter.

"Selisih harga antara Premium dan Pertalite tidak begitu besar, sehingga mendorong konsumen migrasi ke Pertalite," ungkap Fahmy kepada CNBC Indonesia, Senin (23/08/2021).

Kemudian, tersebarnya isu bahwa bensin Premium bakal dihapuskan juga bisa menjadi salah satu pemicu konsumen mulai beralih ke Pertalite dan Pertamax.

"Seringkali terjadi kelangkaan Premium di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), sehingga menyebabkan konsumen tidak lagi menggunakan Premium," imbuhnya.

Begitu juga dampak yang kurang baik ke mesin kendaraan, menurutnya menjadi salah satu pemicu konsumen meninggalkan Premium.

"Konsumen menyadari bahwa penggunaan Premium tidak baik bagi mesin kendaraan bermotor," ujarnya.

Fahmy menegaskan jika penurunan konsumsi Premium ini mestinya dimanfaatkan pemerintah untuk menghapus bensin Premium.

"Iya, momentum penurunan penggunaan Premium dapat dimanfaatkan untuk menghapus Premium," tegasnya.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Pertamina Masih Akan Tingkatkan Pasokan BBM 5 Tahun Ke Depan