
Harga Batu Bara Domestik US$70 Jauh dari Pasar, Perlu Diubah?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memberikan sanksi larangan ekspor kepada 34 perusahaan batu bara yang mangkir dari kewajiban memasok batu bara ke PT PLN (Persero).
Salah satu isu yang disorot adalah karena adanya disparitas harga antara harga batu bara untuk domestik (Domestic Market Obligation/ DMO) dan harga pasar. Harga batu bara untuk kepentingan dalam negeri saat ini dibatasi maksimal US$ 70 per ton, sementara harga di pasar kini jauh lebih tinggi, bahkan mencapai US$ 167 per ton pada perdagangan di pasar ICE Newcastle (Australia) kemarin, Kamis (12/08/2021). Ini merupakan rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.
Lantas, apakah harga DMO US$ 70 per ton perlu diubah?
Menurut Ketua Indonesia Mining Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo, keputusan harga DMO ini sudah dilakukan secara objektif. Apalagi, imbuhnya, harga itu bersifat dinamis, tak selamanya tinggi.
Begitu pun dari sisi persentase 25% dari rencana produksi tahunan, menurutnya ini bukan lah hal yang memberatkan.
"Harga ini juga dinamis, tahun lalu harga komoditas batu bara di bawah US$ 70 per ton, sehingga perbedaan harga ini tidak perlu menghilangkan komitmen dari pemasok sebagai bagian dari kewajiban dalam berusaha," jelasnya kepada CNBC Indonesia, Jumat (13/8/2021).
Menurut Singgih, pertimbangan pemerintah menetapkan harga batu bara untuk kepentingan domestik maksimal sebesar US$ 70 per ton adalah kemampuan keuangan PLN, harga listrik ke masyarakat, serta harga listrik ke industri.
Oleh karena itu, menurutnya harga US$ 70 per ton sudah disesuaikan dengan kepentingan berbagai pihak.
"Pemerintah sudah mempertimbangkan banyak aspek, sehingga tidak bisa ditarik menyamai harga ekspor. Namun masalah harga ini fluktuasi, tahun lalu harga komoditas batu bara di bawah US$ 70 per ton, sehingga menurut saya harga DMO ini sudah dipertemukan dan disetujui bersama pengguna maupun pemasok. Karena dari komitmen DMO yang mencapai 138 juta ton (2021), itu 113 juta ton ke PLN," jelasnya.
Sebelumnya, pengusaha meminta ada peninjauan ulang harga DMO ini di tengah kondisi lonjakan harga pasar saat ini. Menurut Singgih, secara filosofis, jika harga domestik ditarik mengikuti harga internasional, ini kebijakan yang tidak tepat.
![]() Cegah Kondisi Kritis Pasokan Batu Bara ke PLTU, Ini Saran IMEF (CNBC Indonesia TV) |
"Mungkin harga tinggi di domestik akan lebih menarik, tapi menurut saya pribadi tidak tepat kalau ditarik ke harga internasional. Yang saya tidak setujui jika harga ditarik ini akan menghilangkan komitmen," ujarnya.
Menurut Singgih, idealnya memandang DMO itu sebagai masalah rantai pasok, baik dari pembuatan pabrik pencampuran batu bara (blending plant) atau coal processing plant, dengan tidak menghilangkan komitmen dari pemasok.
"Mengenai keputusan harga, silahkan pemerintah memutuskan, tapi parameter penentuan harus ditinjau kemampuan keuangan, bagaimana rakyat bisa menikmati, semua harus terintegrasi, tidak bisa hanya menarik harga internasional ke dalam negeri," jelasnya.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Serapan Batu Bara PLN Semester I Capai 33 Juta Ton
