Awas! Sektor Andalan RI Jadi Korban Utama Perubahan Iklim

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
01 August 2021 13:00
Bencana Banjir bandang di Waiburak-Waiwerang, Flores NTT (Ist)
Foto: Bencana Banjir bandang di Waiburak-Waiwerang, Flores NTT (Ist)

Pukulan lain dari efek perubahan iklim dirasakan sektor keuangan. Kerusakan sektor pertanian dan perkebunan memicu badai kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di segmen kredit produktif kedua sektor, dan kredit konsumtif dari debitor yang bekerja di sektor tersebut.

Selain itu, perusahaan asuransi akan mengalami pukulan berat, yang jika tidak dimitigasi bisa memicu efek domino ke sektor keuangan dan pasar modal. Badai Sandy di Amerika Serikat (AS) pada 2012, misalnya, memicu kerugian ekonomi sebesar US$ 70 miliar lebih. Dari total kerugian tersebut, industri asuransi memberikan kompensasi sebesar US$ 26 miliar atau 37% di antaranya.

Di tengah lonjakan klaim, perusahaan asuransi akan kesulitan menutup beban pertanggungan dari premi, terutama ketika asuransi bencana belum diwajibkan. Sebagai gambaran, program asuransi banjir di AS hanya meraup premi US$ 3,6 miliar, sementara aset yang ditanggung mencapai US$ 1,25 triliun.

Menurut Munich Re, perubahan iklim memicu kenaikan kerugian ekonomi akibat bencana di seluruh dunia, dari rata-rata US$ 40 miliar per tahun (1990-2000), menjadi US$ 85 miliar per tahun (1990-2000), dan meningkat lagi menjadi US$ 100 miliar per tahun (2000-2010). Hingga 2018, angkanya naik lagi menjadi rata-rata US$140 miliar/tahun.

qSumber: Geneva Risk and Insurance Review

Jika dampak perubahan iklim terjadi di Indonesia, seperti banjir bandang di China dan Jerman baru-baru ini, pelaku usaha asuransi nasional dipastikan kelimpungan. Mereka membutuhkan dukungan besar dari reasuransi, dan dari lembaga keuangan seperti bank. Jika hal ini terjadi secara masif dan berkelanjutan, sektor keuangan pun akan terkena efek berantainya.

Laporan Komite Eropa, lembaga eksekutif Uni Eropa, sudah jauh-jauh hari mengingatkan itu. Dalam laporan berjudul "Using Insurance in Adaptation to Climate Change" (2018), mereka menyebutkan perubahan iklim berkonsekuensi meningkatnya cuaca ekstrim yang memicu banjir, kekeringan, gelombang hawa panas, dan badai.

"Hal tersebut memicu peningkatan beban belanja publik, perusahaan asuransi, dan mereka yang di pemerintahan untuk menyerap dampak negatif dari semua itu. Untuk mengatasi tantangan demikian, mekanisme asuransi dan yang serupa dengan itu bisa membuat masyarakat lebih kuat menghadapi dampak cuaca buruk," demikian tertulis dalam laporan tersebut.

Sebagai sektor yang paling terdampak, pelaku industri keuangan memiliki andil memperluas pemahaman masyarakat akan bahaya perubahan iklim. Di samping menyadarkan pentingnya berasuransi guna mencegah dampak finansial perubahan iklim, mereka akan memberikan edukasi mengenai aktivitas berwawasan lingkungan agar risiko perubahan iklim tak terjadi.

Bagi pemerintah Indonesia, yang memiliki lahan hutan (penyerap karbon) terluas di kawasan, program diet emisi karbon dan energi bersih harus segera dijalankan dan aktivitas pembukaan lahan hutan harus disetop. Disinsentif harus diberikan bagi produk atau industri yang berpotensi merusak lingkungan, seperti misalnya pajak karbon atau bea plastik.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular