Bos Bappenas Blak-blakan Soal Green Economy Hingga Efek Covid

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
19 July 2021 14:30
Suharso (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Suharso Monoarfa (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Bicara terkait sumber daya manusia (SDM) dan akan diikuti teknologi dan investor. Bagaimana sinergi dengan investor sejauh ini?
Ada salah satu indikator keberhasilan apakah kita itu bisa mencapai green economy itu. Salah satunya adalah yang disebut dengan net carbon emission.

Jadi, bagaimana caranya supaya langit kita itu bira. Gimana efek gas rumah kaca itu bisa kita turunkan sedemikian rupa. Nah, kita berharap bisa sampai zero pada 2060. Jadi kalau mau mencapai 2060 itu akan menciptakan lapangan pekerjaan yang luar biasa dan akan mendorong kreativitas yang luar biasa.

Plastik-plastik harus sudah ada penggantinya, caranya untuk mengirimkan barang dan sebagainya itu juga sudah berubah. Jadi banyak perubahan yang luar biasa akan terjadi dan itu akan menciptakan pekerjaan baru 4 juta hingga 7 juta pekerjaan baru.

Tapi, kebutuhan untuk 4 juta hingga 7 juta itu adalah orang yang saya sebut tadi, menggunakan loncatan-loncatan teknologi, mengerti bahasa coding. Karena ke depan itu, yang namanya aplikasi akan bersifat individual.

Nanti kalau sudah mengerti bahasa coding, sudah bisa bikin dengan gawainya sendiri bikin sendiri aplikasi untuk kebutuhannya sendiri.

Kan sekarang berapa aplikasi yang kita punya? Berapa persen sih kita pakai itu. Sehingga semuanya kita pakai, tapi ke depan untuk bangun tidur tiba-tiba, mungkin tiba-tiba dia bisa nyanyi sendiri, dan sebagainya. Kira-kira akan begitu aplikasi ini.

Ini akan menciptakan ruang-ruang kerja baru dan cara investasi baru yang investasi ke depan tidak lagi dalam jumlah yang besar atau huge, enggak. Sekarang dikenal dengan start up. Start up itu kan mulai dari yang kecil.

Di Amerika sudah mulai banyak yang seperti itu yang kecil-kecil, facebook juga dari kecil akhirnya meledak. Google yang tadinya kecil meledak. Ini juga yang akan semakin banyak, ini akan lebih individual dan selektif dan variatif, tergantung atau disebut ilmu marketing, ini benar-benar terjadi dan terbentuk.

Pasti ada saja marketnya, apa yang disebut dengan supply side creates demand, itu terjadi. Dulu orang gak mikir kan air dibotolin, dibeli orang. Orang tidak mikir di Indonesia teh dikotakin dibeli, padahal bisa dibikin aja di dapur, teh. Tapi sekarang jadi.

Ke depan, bisa beragam macam-macam yang seperti itu, yang sejenis itu yang akan terbentuk dan tidak perlu dengan jumlah-jumlah yang besar, investasi-investasi raksasa, tidak.

Tapi, dalam hal untuk infrastrukturnya, pembangunan ekosistemnya memang boleh jadi memang diperlukan investasi yang besar.

Contoh, kita memerlukan baterai, maka kita perlu sebuah manufacturing yang besar untuk memproduksi baterai. Kemudian bagaimana baterai itu kalau sudah tidak dipakai, agar tidak merusak tanah, itu satu pekerjaan baru lagi.

Kemudian bagaimana me-recharge itu, kalau sekarang cuma kuat 12-16 jam, tapi dengan kecepatan 100km. Bagaimana dengan kecepatan 200km dan dipakai 12 jam, ini semua memberikan kesempatan dan kalau baterainya masih besar-besar, nanti akan kecil-kecil. Kaya teknologi karburator. Teknologi karburatornya mobil itu dulu besar sekali, dan akhirnya kecil.

Jadi begitu besar kesempatan, opportunity yang terbuka untuk ekonomi yang sustain dan respek terhadap keberlanjutan, terhadap alam dan disebut green economy terbentuk dan pada saat itu tidak ada orang yang tertinggal, dan semua orang berbahagia.



Yang jadi fokus saat ini apa, pak?
Jangka pendek pertama, yang didesain Bappenas, kami membantu beberapa daerah, misalnya Bali. Bali itu kan kita ingin desain soal energi dan sampah.

Bagaimana energinya, yang sekarang masih ada dengan konvensional untuk listriknya dan kita mulai kurangi. Dan bagaimana mengatasi sampahnya itu. Supaya sampahnya itu bisa bukan hanya dari waste jadi energi, tapi juga dari waste menjadi produk. Dari sampah dia menjadi kompos untuk tanaman, atau jadi pallete untuk gasifikasi, itu sedang kita bikin dan bagus sekali kalau ini terjadi. Sehingga langit di atas Bali jadi biru, mulai dikurangi.

Motor-motor juga akan pakai motor berbaterai, pelan-pelan di satu wilayah tertentu. Dengan demikian, harga motor pun akan jadi turun, karena terjadi perubahan yang luar biasa dan tidak perlu lagi beli bensin, pokoknya yang mengotori langit Bali itu pelan-pelan kita turunkan.

Untuk daerah-daerah yang belum tercemar seperti itu, dengan sendirinya mereka lebih diuntungkan. Banyak hal yang kita bantu dalam rangka desain ini.

Artinya untuk sinergi dengan investor akan diutamakan Bali itu?
Ini contoh. Ada juga pulau lain di Kepulauan Riau, kita minta satu kepulauan di Bintan jadi pulau yang benar-benar hijau, blue energy kita dorong ke sana. Pulau Penyengat itu tempat orang hanya pakai motor dan segala macam.

Saya sudah minta pake sepeda, jalan kaki dan dibersihkan dan sampah laut di situ juga dibersihkan. Dan itu memberikan sesuatu yang baru dan sesuatu yang energetik di sana.

Ini jadi contoh yang kita dorong dan mudah-mudahan kita bisa masukkan VNR kita ke depan, untuk perkembangan Bali dan beberapa pulau lain. Kita beruntung sekali Indonesia dengan negara kepulauan terbesar ini, kita bisa selesaikan pulau-pulau secara sendiri dengan kembali suasana ketahanan habitatnya masing-masing. Itu saya kira yang penting.

Pulau Sumba dengan terik matahari yang luar biasa, dan menghasilkan solar energi dan bisa dikombinasikan ke depan, dicampur hidrogen, itu bisa hasilkan listrik yang besar sampai dengan 20 Giga Watt atau mungkin bisa sampai 30 Giga Watt.

Dan itu bisa mengirimkan listriknya ke Bali bahkan Jawa. Sehingga Jawa bisa pelan-pelan mengganti listriknya itu dari batubara, bisa diganti dengan yang lebih bersih. Saya juga berharap langit di pulau Jawa itu pelan-pelan jadi biru.

Sudah banyak investor yang tertarik, pak?
Investor sudah banyak tertarik, karena dulu harga-harga investasi mahal dan harga belinya terlalu tinggi. Sekarang solar cell itu, dengan teknologi yang terbaru, hanya bisa dengan 1,05 sen, lebih rendah dibandingkan dengan energi konvensional yang digunakan PLN hari ini. Ini tantangan yang luar biasa, banyak kesempatan yang bisa dimanfaatkan dari ekonomi hijau.

Negara mana saja investor yang tertarik?
Jepang, Arab Saudi, Korea Selatan, ada juga Amerika Serikat, Perancis yang semua punya keinginan untuk misalnya energi 20 Giga Watt sinar matahari kombinasi dengan hidrogen.

Dari Eropa dan Amerika yang berminat. Jadi saya kira dan bahkan dari dalam negeri sendiri, startup bukan modal bisnis digital saja. Tapi bisnis-bisnis yang keras seperti pengadaan listrik, air bersih dan itu sudah dimulai tidak harus dengan investasi yang besar.

Nilai investasi yang terlihat dari negara-negara investor tersebut?
Saya belum bisa kasih angka, tapi setidaknya, kalau investasi, contoh untuk 20 Gigawatt, 1 Mega Watt, paling mahal 1 juta atau 1,5 juta, saya gak tahu ya karena mereka sedang hitung.

Tapi kalau dengan kombinasi untuk menaikkan capacity faktornya jadi 75%, maka hidrogen bisa dinaikan. Mungkin bisa US$ 25 juta per megawatt, jadi bisa US$ 40 miliar untuk itu saja. Belum lagi investasi kabel bawah laut tersendiri lagi. Jadi besar sekali kapasitas untuk sektor ini.

Kalau kita mau hitung peluang-peluang sektor bisnis ini dalam lima tahun ke depan bisa sampai US$ 300 miliar untuk investasi di green economy.

(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular