Makin Panas! AS Jatuhkan Sanksi ke 7 Pejabat China, Kenapa?

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
Sabtu, 17/07/2021 06:20 WIB
Foto: Presidden AS Joe Biden (AP/Evan Vucci)

Jakarta, CNBC Indonesia - Amerika Serikat, kemarin, Jumat (16/07/2021), menjatuhkan sanksi pada tujuh pejabat China atas tindakan keras Beijing terhadap demokrasi di Hong Kong. Ini merupakan upaya terbaru Washington untuk meminta pertanggungjawaban China atas apa yang disebutnya erosi aturan hukum di bekas jajahan Inggris itu.

Sanksi, yang diposting oleh Departemen Keuangan AS, menargetkan individu dari kantor penghubung Hong Kong China, yang digunakan oleh Beijing untuk mengatur kebijakannya di wilayah China.

Mengutip Reuters, Sabtu (17/07/2021), tujuh orang yang ditambahkan ke daftar "warga negara yang ditunjuk secara khusus" adalah Chen Dong, He Jing, Lu Xinning, Qiu Hong, Tan Tienui, Yang Jianping, dan Yin Zonghua, semuanya merupakan wakil direktur di kantor penghubung, menurut bios online.


Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa pejabat China selama setahun terakhir telah "secara sistematis merusak" lembaga-lembaga demokrasi Hong Kong, menunda pemilihan, mendiskualifikasi anggota parlemen terpilih dari jabatannya, dan menangkap ribuan orang karena tidak setuju dengan kebijakan pemerintah.

"Menghadapi keputusan Beijing selama setahun terakhir yang telah melumpuhkan aspirasi demokrasi rakyat di Hong Kong, kami mengambil tindakan. Hari ini kami mengirim pesan yang jelas bahwa Amerika Serikat dengan tegas mendukung warga Hong Kong," kata Blinken dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, Sabtu (17/07/2021).

Departemen Keuangan merujuk pada rekomendasi bisnis terbaru yang dikeluarkan bersama dengan departemen Negara Bagian, Perdagangan, dan Keamanan Dalam Negeri yang menyoroti kekhawatiran pemerintah AS tentang dampak undang-undang keamanan nasional Hong Kong terhadap perusahaan internasional.

Para kritikus mengatakan Beijing menerapkan undang-undang itu tahun lalu untuk memfasilitasi tindakan keras terhadap aktivis pro-demokrasi dan kebebasan pers.

Rekomendasi itu mengatakan, perusahaan menghadapi risiko terkait dengan pengawasan elektronik tanpa surat perintah dan penyerahan data perusahaan dan pelanggan kepada pihak berwenang, menambahkan bahwa individu dan bisnis harus menyadari konsekuensi potensial akibat terlibat dengan individu atau entitas yang terkena sanksi.

Tindakan itu diumumkan setahun setelah mantan Presiden Donald Trump memerintahkan diakhirinya status khusus Hong Kong di bawah hukum AS untuk menghukum China atas apa yang disebutnya "tindakan menindas" terhadap wilayah tersebut.

Amerika Serikat telah menjatuhkan sanksi pada pejabat senior lainnya, termasuk pemimpin Hong Kong Carrie Lam dan perwira polisi senior, atas peran mereka dalam membatasi kebebasan politik di wilayah tersebut.

Presiden Joe Biden pun sempat mengatakan pada konferensi pers Kamis lalu bahwa pemerintah China telah melanggar komitmennya tentang bagaimana mereka akan menangani Hong Kong sejak kembali ke kendali China pada 1997.

China telah menjanjikan hak pilih universal sebagai tujuan akhir bagi Hong Kong dalam konstitusi mininya, Undang-Undang Dasar, yang juga menyatakan kota itu memiliki otonomi luas dari Beijing.

Sejak China memberlakukan undang-undang keamanan nasional untuk mengkriminalisasi apa yang dianggapnya subversi, pemisahan diri, terorisme atau kolusi dengan pasukan asing, sebagian besar aktivis dan politisi pro-demokrasi ditangkap karena alasan lain.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan pada konferensi pers reguler di Beijing - sebelum sanksi itu diumumkan secara resmi - bahwa Amerika Serikat harus berhenti campur tangan di Hong Kong, dan bahwa China akan membuat "respons yang tegas dan kuat."

Sebuah sumber mengatakan kepada Reuters pada hari Kamis bahwa Gedung Putih juga sedang meninjau kemungkinan perintah eksekutif untuk memfasilitasi imigrasi dari Hong Kong, tetapi itu masih belum pasti akan dilaksanakan.


(wia)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Perang Dagang Usai, Trump Umumkan Kesepakatan Baru AS-China