
Duh, Harga Rumah Pondok Indah Anjlok, Rumah Baru Malah Naik!

Jakarta, CNBC Indonesia - Saat pandemi pasar hunian second atau bekas mengalami koreksi tajam terutama pada segmen rumah mewah yang harganya di atas Rp miliar seperti kawasan elite Pondok Indah sampai Kemang. Namun, yang terjadi justru kebalikan pada segmen rumah baru atau pasar primer, harga rumah tetap menanjak meski tak setajam saat sebelum pandemi.
Berdasarkan hasil Survei Harga Properti Residensial keluaran Bank Indonesia (BI), harga rumah baru atau pasar primer masih naik. Namun memang laju pertumbuhannya melambat.
Pada kuartal I-2021, indeks harga properti residensial berada di 214,95. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), naik 1,33%. Walau naik, tetapi lajunya melambat dibandingkan kuartal IV-2020 yang tumbuh 1,43%. Perlambatan ini konsisten terjadi selama enam kuartal terakhir.
Data lain juga menunjukkan kurang lebih sama. Riset Housing Finance Center (HFC) milik PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, harga rumah baru mulai mengalami kenaikan mencapai 5,24% secara tahunan (year-on-year/yoy) per Maret 2021.
"Ada beberapa sih yang peningkatan harga dari developer. Kalau dilakukan saat ini kurang pas karena pemerintah memberi stimulus di tanah air, misalnya free PPN, bisa ada DP (uang muka) 0%, apalagi suku bunga bank turun. Kalau ada naik 5% harusnya nggak terjadi," kata Ketua Umum Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) Lukas Bong kepada CNBC Indonesia, Kamis (28/4/21).
Rumah Baru Menengah dan Bawah Masih Dicari Orang
Minat orang mencari rumah baru masih terjadi terutama berada di wilayah pinggiran kota. Hal ini tak bisa dipungkiri bahwa kebutuhan terhadap rumah tak bisa dihindari meski ada pandemi. Hal ini yang bisa jadi terus mengerek harga rumah baru di tengah pandemi.
"Rata-rata pasangan muda dengan pendapatan di bawah Rp 10 juta atau Rp 8 juta perkapita sebulan yang ambil di rumah pinggiran. Apalagi pemerintah sudah support fasilitas transportasi dari daerah ke tengah kota," kata Broker Ray White Galih Purnama kepada CNBC Indonesia, Kamis (8/7/21).
Ketika kemudahan untuk bekerja dari pinggiran bisa didapat, maka lebih banyak masyarakat yang lebih memilih rumah baru di pinggiran ibu kota seperti Depok, Bekasi bahkan hingga Bogor. Apalagi, membeli rumah baru saat ini lebih dimanjakan dengan diskon 100% Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah di bawah Rp 2 miliar dan diskon 50% untuk rumah yang memiliki banderol Rp 2 hingga Rp 5 miliar.
"Diskon PPN sangat membantu, beberapa klien saya cukup terbantu, misal contoh gampangnya saja rumah Rp 1 miliar 10% jadi Rp. 100 juta, itu bisa buat yang lain kan," jelasnya.
Kondisi ini membuat sebagian masyarakat malas untuk membeli rumah bekas. Di sisi lain, ketika membeli rumah bekas maka harus siap menanggung beberapa perbaikan yang timbul akibat masalah.
"Orang males renovasi. kedua ada purna jual, maintenance free misal rata-rata 6 bulan sampai 1 tahun. just in case ada yang kurang seperti rembesan masih ditangani developer. Selain itu secondary agak sudah untuk proses KPR. Mereka lebih cenderung cash semua," jelasnya.
Ketua DPD Asosiasi Real Estate Broker Indonesia (AREBI) DKI Jakarta Clement Francis juga mengakui bahwa minat masyarakat saat ini lebih mengarah pada rumah baru.
"Rumah tapak atau hunian yang sudah jadi dengan subsidi PPN pemerintah hampir terjual semua, tapi harganya kurang lebih yang Rp 2 miliar hingga Rp 3 miliar," sebut Clement.
(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Rumah Mulai Tanda-Tanda Lompat Lagi, 'Digoreng'?