
Dolar Australia Nyaris Lebih Murah dari Singapura, Borong?

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia kembali merosot melawan rupiah pada perdagangan Kamis (8/7/2021) akibat sikap dovish (kalem) bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA). Harga dolar Australia kini nyaris lebih murah ketimbang dolar Singapura.
Melansir data Refinitiv, dolar Australia pagi ini sempat merosot hingga 0,73% ke Rp 10.752,99/AU$, sebelum memangkas pelemahan hingga menjadi 0,26% ke Rp 10.804,67/AU$.
Sementara itu dolar Singapura memang sempat anjlok lebih dari 0,6%, tetapi berhasil rebound hingga 0,32% ke Rp 10.764,51/SG$.
Jika kinerja keduanya terus berlawan, bukan tidak mungkin dolar Australia akan lebih murah ketimbang dolar Singapura besok.
Kali Terakhir Mata Uang Kanguru lebih murah ketimbang Mata Uang Negeri Merlion yakni pada November 2020 lalu. Jika dilihat kinerjanya, Sepanjang semester I-2021 dolar Singapura hanya menguat 1,4%.
Artinya, jika berinvestasi Mata Uang Negeri Merlion ini, keuntungan yang diperoleh selama 6 bulan hanya 1,4% saja. Sementara jika berinvestasi di dolar Australia cuannya bisa 10 kali lipat. Selama 6 bulan pertama tahun ini, kurs dolar Australia melesat lebih dari 11,5%. Tetapi memasuki semester II-2021, dolar Australia malah terus menurun. Apalagi di pekan ini, belum sekalipun dolar Australia menguat melawan rupiah, terbebani keputusan moneter RBA.
Dalam pengumuman kebijakan moneter Selasa lalu RBA memutuskan mempertahankan suku bunga di rekor terendah 0,1%. RBA juga mengakui jika pemulihan ekonomi lebih kuat dari prediksi. Tetapi bukannya mengetatkan kebijakan moneter, RBA justru memperpanjang stimulusnya melalui program pembelian obligasi (quantitative easing/QE).
Sikap dovish tersebut membuat dolar Australia terus melemah.
QE bank sentral Australia ini senilai AU$ 5 miliar per pekan, dan berakhir pada bulan September nanti. Tetapi akan diperpanjang dengan mengurangi nilai pembelian menjadi AU$ 4 miliar per pekan.
RBA melalui sang gubernur Philip Lowe pada hari ini sekali lagi menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.
Lowe menegaskan suku bunga tidak akan dinaikkan hingga tingkat pengangguran turun menjadi 4% dari saat ini 5,1%, dan inflasi naik ke kisaran 2% hingga 3%.
Sama dengan sebelum-sebelumnya, target bank sentral tersebut diperkirakan baru akan tercapai pada tahun 2024.
"Inflasi saat ini masih belum mencapai target. Kami ingin melihat inflasi mencapai target sebelum menaikkan suku bunga," kata Lowe, sebagaimana dilansir Reuters.
"Kami akan tetap menggelontorkan stimulus moneter dengan membeli obligasi sampai kita melihat kemajuan yang signifikan," tegas Lowe.
Menurut Lowe, pada pertengahan November nanti, nilai QE RBA akan mencapai AU$ 237 miliar, atau hampir 12% dari produksi domestik bruto (PDB) Australia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dolar Australia Tak Mampu Tembus Rp 10.700/AU$, Ada Apa?
